Disertasi kontroversi: Seks diluar nikah tak langgar syari'at
đ·đ·đ·đ·đ·đ·đ·
Akhir-akhir ini kita sedang dihebohkan dengan kasus disertasi salah satu mahasiswa program doktor UIN Sunan Kalijaga yang kontroversial. Disertasi yang disusun oleh Abdul Aziz, pengajar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta menjadi kontroversi di kalangan masyarakat, khususnya umat muslim.
Dalam disertasinya, mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu mengkaji kebasahan hubungan seks di luar nikah berdasar konsep Muhammad Syahrur. Abdul Aziz mengambil gagasan Muhammad Syahrur tokoh asal Suriah yang pernah lama menetap di Rusia, yakni terkait keabsahan hubungan seksual non martial atau di luar nikah. Disertasi yang disusun oleh Abdul Aziz berjudul Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai keabsahan hubungan seksual non martial menjadi heboh dan mendapat tanggapan luas dari berbagai kalangan.
Hal yang melatar belakangi Abdul Aziz menulis disertasi ini adalah karena ia mengaku prihatin kepada mereka yang dikriminalisasi dan stigmatisasi. Aziz juga prihatin atas pembatasan akses terhadap mereka yang melakukan hubungan seksual nonmartial. Menurutnya, semua itu berawal dari hukum agama yang hanya melegalkan hubungan seksual martial. Sementara, hubungan seksual tanpa pernikahan dianggap kejahatan. Lalu, itu diadopsi negara dengan memasukannya ke dalam hukum nasional.
Dalam disertasinya Abdul Aziz berdasar pada Muhammad Syahrur mengatakan hubungan seks di luar nikah diperbolehkan. Bahkan bisa dianggap halal asal memenuhi syarat tertentu, yakni sudah dewasa dan berakal sehat, tidak dilakukan di tempat terbuka, tidak dengan perempuan bersuami, tidak secara homo, tidak memiliki hubungan darah, tidak dilakukan dengan mantan istri ayah, tidak juga dilakukan dengan ibu tiri. Syarat lain adalah asal suka sama suka, maka boleh dilakukan dan halal.
Ia menjelaskan, konsep Milk Al-Yamin didasarkan pada hubungan perbudakan masa lalu. Kala itu, seorang pemilik budak dapat berhubungan seks dengan istrinya juga dengan budak perempuannya. Menurut Abdul Aziz saat ini perbudakan telah dihapus, pembolehan berhubungan seks tanpa menikah dengan budak itu diadopsi dalam bentuk baru. Yaitu tentunya dengan tidak melanggar syarat-syarat yang telah disebutkan tadi. Karenanya Aziz menegaskan, tidak boleh lagi terjadi di negara ini penggerebekan di hotel hanya karena tidak punya surat nikah. Menurutnya hal itu melanggar hak asasi manusia. Sesuai tafsir Syahrur, Aziz juga mengatakan, kesepakatan untuk hubungan intim itu bisa dilakukan tanpa saksi atau wali. Karena, keduanya sudah dewasa dan berakal sehat. Terpenting, keduanya menyadari betul tindakan dan konsekuensi hubungan tersebut.
Usaha Abdul Aziz menyamakan kasus hukum budak dengan partner. Partner yang dimaksud tentu bukan pasangan yang sah menurut islam, seperti pacar (bagi yang belum menikah), selingkuhan (bagi yang sudah menikah) atau pelacur. Mempersamakan antara perbudakan dengan partner jelas tindakan yang salah. Bentuk qiyas (analogi) yang dilakukannya tidak sama. Tidak ada kesataraan dalam analogi yang dilakukan oleh Abdul Aziz sebagai syarat dari qiyas. Bisa dikatakan itu adalah kesalahan logika, di antara kesalahan itu adalah menganalogikan sesuatu dengan sesuatu yang lain, tapi tidak sebanding. Contohnya kita dibilang tidak bisa / mahir bahasa inggris, sedangkan di inggris anak-anak kecil saja sudah bisa bahasa inggris. Ini penyamaan yang tidak setara. Budak dan pacar persamaannya dimana ? Konsep budak adalah kepemilikan, sementara partner (pacar) bukan hak milik. Mereka adalah manusia bebas yang dijamin kehormatannya.
Sebagai informasi, Syahrur adalah ahli teknik sipil yang tidak belajar agama secara formal. Kalau Syahrur bukan ahli dibidang fiqih maupun tafsir, mengapa dijadikan rujukan untuk diteliti ? ibaratnya, kita menanyakan kepada tukang bangunan soal obat-obatan medis, pasti jawabannya ngawur dan tidak dapat dijadikan pegangan.
Abdul Aziz menyebutkan bahwa hubungan seks non martial (maksudnya adalah zina) merupakan hak asasi manusia dan dilindungi undang-undang. Menempatkan hak asasi manusia di atas hak Allah adalah tindakan dzalim dan fasik secara epistimologi. Teringat perkataan Imam Al-Ghazali âlaa yadri annahu laa yadriâ, yang artinya âtidak tahu bahwa dirinya tidak tahuâ, atau seperti perkataan Dr Syamsuddin Arif âpeople who think they know while in fact they donâtâ yang artinya âorang-orang yang merasa tahu, padahal faktanya mereka tidak tahuâ. Penyakit ini memang ada di kalangan intelektual liberal. Ada kesalahan paham yang dilakukan oleh beberapa kampus bahwa kampus adalah wadah tempat mahasiswa berfikir bebas tanpa batas. Sehingga pihak kampus bisa beralasan itu hanya wacana saja untuk mendidik mahasiswa bersikap kritis. Ini jelas merusak bangunan dan tatanan kehidupan karena siapa saja akan bebas berbicara tanpa otoritas.
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar konferensi pers terkait persoalan ini. Konferensi pers itu dipimpin langsung oleh rektor UIN Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi juga menghadirkan para promotor dan penguji disertasi Abdul Aziz. Yudian mengakui kajian atas konsep Milk Al-Yamin itu cukup berbahaya. Jika dibenarkan, sama saja dengan merombak hukum perkawinan. Banyak catatan yang diberikan promotor maupun penguji. Diantaranya, Aziz diminta mengubah judul disertasi harus ditambahkan kata problematika, sehingga tidak terkesan langsung mendukung. Tetapi jika Aziz nekat, itu pandangan pribadinya, pihak kampus tidak akan mengatakan itu penelitian negara, tetapi penafsiran yang menyimpang.
Kalau dipikir-dipikir, disertasi ini pasti sudah lolos dalam ujian proposal penelitian di awal. Disertasi ini juga sudah diuji dalam ujian tertutup. Promotor (pembimbing) dan penguji sudah tahu dan sudah menilai. Selama bimbingan minimal ada 10 pertemuan dengan dosen pembimbing dan pasti ada diskusi dan arahan disitu. Mungkin bisa jadi dosen pembimbing juga ikut berkontribusi dalam gagasan tersebut. Dan sangat disayangkan penguji juga meluluskan disertasi tersebut dengan alasan sudah memenuhi kaidah analisis. Padahal dalam menganalisis dengan qiyas nya saja sudah keliru.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara, lembaga ini mengeluarkan keterangan resmi. MUI menilai disertasi tersebut menyimpang dan harus ditolak. Hasil penelitian Abdul Aziz bertentangan dengan Al-Quran dan Hadits, juga bertentangan dengan kesepakatan ulama dan itu termasuk kedalam kategori pemikiran yang menyimpang dan harus ditolak. Konsep itu mengarah kepada praktik kehidupan seks bebas dan bertentangan dengan syariat islam. Praktik hubungan seksual non martial itu dapat merusak sendi kehidupan keluarga yang tidak hanya untuk kepentingan nafsu syahwat semata. MUI juga menyesalkan promotor dan pebguji disertasi. Yang dinilai tidak memiliki kepekaan perasaan publik.
Penelitian ilmiah yang dilakukan tanpa ruh ketauhidan hanya akan menghasilkan temuan-temuan yang lebih mengarah pada âpembenaranâ atas data dan fakta eksperimen atau pengamatan, bukan kebenaran itu sendiri (Prof.Ir.Joni Hermana, M.Sc.Es.,Ph.D).
Ketidakhadiran Tuhan sebagai ruh dari penelitiannya yang berbasis pada Al-Quran, akan membuat hasil penelitian menjadi keliru. Seharusnya ilmu pengetahuan berjalan selaras dan seirama. Hal itu dapat tercapai apabila ruh atau premis yang digunakan benar. Sesuai dengan firman Allah SWT bahwa Dia menciptakan jin dan manusia semata untuk beribadah kepada-Nya. Makna âmengabdiâ adalah bahwa kita sebagai hamba-Nya harus berusaha mencari jawaban secara ilmiah melalui ilmu pengetahuan, yang digunakan untuk menguatkan dan membenarkan apa yang tercantum dalam Al-Quran, bukan justru sebaliknya. Malah ilmu pengetahuan digunakan manusia untuk âmembuktikanâ bahwa pernyataan-Nya dalam Al-Quran adalah salah, atau ada âpengertian lainâ yang seolah lalu membolehkan apa yang seharusnya haram dilakukan.
Sayangnya, disertasi seperti itu lolos dari sebuah perguruan tinggi agama islam negeri yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mempertahankan marwah islam. Idealnya perguruan tinggi islam adalah gudangnya kaum intelektual muslim, ulama dan ilmuan yang mampu menjadi benteng umat dari serangan liberalism. Ketika kaum intelektual muslim yang mestinya menjadi penjaga islam justru menjadi orang-orang yang menghancurkan islam, ini merupakan bencana akademik.đ„
Masalah disertasi ini bukanlah masalah sederhana, sebab berkaitan dengan syariat islam tentang suatu masalah yang sudah sangat jelas. Disertasi ini meski disebut karya ilmiah, bisa juga merupakan delik hukum sebagai penistaan atas islam. Jika kasus ini tidak ditangani secara benar dan serius, maka islam akan semakin dihina oleh musuh-musuh islam. Oleh karenanya ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini :
1âŁPertama, harus dirumuskan kembali kajian studi islam agar tidak bertentangan dengan islam itu sendiri.
2âŁKedua, bersepakat untuk menghilangkan pemikiran liberal dan sekulerisasi, terutama di perguruan tinggi islam.
3âŁKetiga, menjadikan visi misi perguruan tinggi islam sebagai pelopor kebangkitan peradaban islam di dunia.
4âŁKeempat, melakukan standarisasi dosen-dosen muslim yang benar dan berkualitas.
5âŁKelima, umat muslim harus terus beramar maâruf kepada umat, agar umat paham akan bahaya sistem sekulerisme yang masih bercokol di negeri ini.
...Semoga kasus ini yang terakhir, semoga tidak ada lagi pemikiran-pemikiran sesat tumbuh dan muncul. Dan semoga sistem islam yang kita nantikan cepat tegak sehingga seluruh umat dapat merasakan bahwa islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam. AamiinâŠ
____________________
đPertanyaan : kenapa orang yang menikah karena zina (hamil diluar nikah) itu tidak bahagia dan berujung kepada saling menyakiti atau bercerai?
Terimakasih
đ Walaikumsalam... Bahagia atau tidak hingga berujung perceraian itu adalah konflik keluarga sebenarnya ya, ya ini yg perlu kita sadari menikah bukan hanya sekedar persoalan cinta tapi ya tentang segala terutama ilmu yg utama. Kalau dr sudut pandang pemateri selain itu ada beberapa penyebab yg mungkin bisa jd menjadi konflik yg berujung pada pertengkaran atau bahkan smpe perpisahan.
1. Langkah awal yg salah, menikah adalah ibadah, maka jalan menuju pernikahan hrs lah dg sesuai ridho Allah, bukan dg zina yg jelas melanggar syariat.
2. Laki" yg baik tidak akan mengajak wanita ny bermaksiat, pun wanita yg baik tidak akan mau bermaksiat, saat sblm menikah tidak menjadikan agama sebagai tiang dlm rumah tangga maka keberkahan rumah tangga sulit terasa, bahkan tujuan utama menikah tuk mendapatkan sakinah, mawaddah dan warrahmah akan sangat sulit dirasa.
Dan.. Jika kaitkan dg materi kita terkait disertasi yg menghalalkan hubungan seks di luar nikah, itu akan berdampak pada keutuhan mulia tujuan pernikahan. Jd jelas pemikiran seperti ini yg jelas sekuler dan libera harus dihilangkan
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda