Oleh: Kak Maliha
Ramadhan yaa Syahrus shiyam (Ramadhan bulan yang suci, maka gencarkan beribadah) Ramadhan sebentar lagi. Setiap muslim berbahagia jelang detik-detik datangnya Ramadhan. Bagaimana tidak, ramadhan adalah bulan yang istimewa karena dibulan inilah pahala dilipat gandakan dan pintu syurga dibuka selebar lebarnya. Rosulullah SAW bersabda “ apabila Ramadhan tiba pintu syurga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setanpun dibelenggu. (HR. Bukhori)
Maka betapa merugi bagi mereka yang terjebak hanya memikirkan hal-hal biasa seperti menu berbuka, sahur baju lebaran dan lainnya. Sebagaimana yang telah Allah firmankan diwajibkannya puasa agar kamu bertaqwa. Maka untuk menuju Taqwa diperlukan adanya persiapan dalam menyambut Ramadhan. Persiapan itu diantaranya adalah :
1. Persiapan spiritual, yaitu persiapan ibadah yang harus lebih baik dari ibadah ibadah sebelumnya. Dan hal ini berarti membiasakan diri dengan ibadah di hari-hari sebelum ramadhan seperti, tilawah al Qur’an, sholat –sholat sunnah dan lain sebainya, hal in karena pahala ibadah dibulan ramadhan akan dilipat gandakan sama seperti pahala ibadah wajib.
2. Persiapan fikryah, yaitu persiapan ilmu-ilmu utamanya ilmu tentang ramadhan. Persiapan fisik, hal ini tidak kalah penting dengan persiapan lainnya. Sebab jika tubuh sehat maka ibadah yang kita lakukan menjadi lebih mudah dan khusyu.
Pada bulan ramadhan yang sangat istimewa ini berbagai aktivitas bernilai ibadah bahkan tak tanggung pahalanyapun berlipat ganda, karenanya umat muslim harus menggencarkan ibadah untuk meraih sukses dibulan yang penuh berkah ini dan tentunya meraih Taqwa seperti yang ada dalam QS. Al-baqoroh: 208.
Berdasarkan nas-nas syariah, sukses Ramadhan bagi seorang Muslim bisa dilihat dalam beberapa aspek.
Pertama: Sukses meraih ampunan Allah SWT. Rasul saw. bersabda:
« رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَىَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ »
Sungguh rugi seseorang yang ketika (nama)-ku disebut di sisinya, dia tidak bershalawat atasku. Sungguh rugi seseorang yang bertemu dengan Ramadhan, lalu Ramadhan berlalu darinya sebelum dosa-dosanya diampuni. Sungguh rugi seseorang yang mendapati kedua orangtuanya dalam keadaan renta, tetapi keduanya tidak (menjadi sebab yang) memasukkan dia ke dalam surga (HR at-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim).
Kedua: Sukses meraih kebaikan Lailatul Qadar. Rasul saw. bersabda:
«إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلاَّ مَحْرُومٌ»
Sungguh bulan (Ramadhan) ini telah datang kepada kalian. Di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang tidak mendapatkan (kebaikan)-nya maka dia tidak mendapat kebaikan seluruhnya. Tidak ada yang diharamkan dari kebaikannya kecuali orang yang bernasib buruk (HR Ibnu Majah).
Ketiga: Sukses meraih secara maksimal keutamaan pahala amal salih yang dilipatgandakan seperti yang Allah SWT janjikan. Jika kesempatan terbatas itu terlewatkan, tentu itu merupakan kerugian. Karena itu sudah seharusnya setiap Muslim memperbanyak amal shalih selama Ramadhan. Bentuknya bisa berupa: tadarus al-Quran; memperbanyak shalat sunnah; membayar zakat dan meningkatkan sedekah; iktikaf, qiyamul lail, amar makruf nahi mungkar; dan amal-amal taqarrub lainnya. Namun demikian, amal shalih yang paling utama di sisi Allah SWT adalah apa saja yang Dia wajibkan. Dalam sebuah hadis Qudsi Allah SWT berfirman:
مَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِمِثْلِ مَا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
Tidaklah hamba-Ku bertaqarub kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih utama daripada apa yang Aku fardhukan atas dirinya. Hamba-Ku terus bertaqarrub kepada-Ku dengan amal-amal nafilah hingga Aku mencintai dirinya (HR al-Bukhari, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).
Karena itu amal-amal fardhu tentu harus diprioritaskan sebelum amal-amal sunnah. Ibn Hajar al-‘Ashqalani menyatakan di dalam Fath al-Bari, sebagian ulama besar mengatakan, “Siapa saja yang fardhunya lebih menyibukkan dia dari nafilah-nya maka dia dimaafkan. Sebaliknya, siapa yang nafilah-nya menyibukkan dia dari amal fardhunya maka dia telah tertipu.”
Keempat: Sukses dalam merealisasi hikmah pensyariatan puasa, yakni mewujudkan ketakwaan, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 183).
Beberapa kunci Kunci Sukses Ramadhan
Sukses Ramadhan harus ditempuh melalui dua pendekatan.
Pertama, meninggalkan segala perkara yang haram atau sia-sia. Tentu yang pertama harus ditinggalkan adalah apa saja yang membatalkan puasa dan apa saja yang bisa menggagalkan pahala puasa. Rasul saw. bersabda:
«الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِى الصِّيَامُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا»
Puasa itu perisai. Karena itu janganlah seseorang berkata keji dan jahil. Jika ada seseorang yang menyerang atau mencaci, katakanlah, “Sungguh aku sedang berpuasa,” sebanyak dua kali. Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, bau mulut orang berpuasa lebih baik di sisi Allah ketimbang wangi kesturi; ia meninggalkan makanannya, minumannya dan syahwatnya demi Diri-Ku. Puasa itu milik-Ku. Akulah Yang lansung akan membalasnya. Kebaikan (selama bulan puasa) dilipatgandakan sepuluh kali dari yang semisalnya (HR al-Bukhari).
Kedua, menunaikan perkara-perkara wajib maupun sunnah. Yang utama tentu menunaikan puasa, kemudian qiyamul lail dengan dilandasi keimanan dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT. Rasul saw. bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَقَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa saja yang berpuasa Ramadhan dan menghidupkan Ramadhan dengan dilandasi keimanan dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. Siapa saja yang menghidupkan Lailatul Qadar dengan dilandasi keimanan dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT niscaya diampuni dosanya yang telah lalu (HR at-Tirmidzi).
Hadis ini sekaligus menunjukkan cara sukses meraih kebaikan Lailatul Qadar, yaitu menghidupkan malam tersebut dengan memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT.
Takwa bisa dimaknai sebagai kesadaran akal dan jiwa serta pemahaman syar’i atas kewajiban mengambil halal dan haram sebagai standar bagi seluruh aktivitas, yang diwujudkan secara praktis (‘amali) di dalam kehidupan. Menurut Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, makna firman Allah SWT ”la’allakum tattaqun” yakni agar dengan puasa itu Allah mempersiapkan kalian untuk meraih takwa, yaitu melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya (Al-Jazairi, Aysar at-Tafasir, I/80).
Hal senada dinyatakan oleh Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahih Muslim.
Mewujudkan Takwa dalam Kehidupan sehari hari
Taqwa tidak hanya ada pada bulan ramadhan saja, dan bukan untuk dirinya saja, agar Taqwa senantiasa terjaga pada setiap individu Muslim, baik di dalam keluarga maupun masyarakat. Maka harus dilakukan beberapa hal berikut, yaitu dengan menerapkan syariah Islam secara formal dan menyeluruh (kaffah). يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
( hai orang orang yang beriman masuklah pada islam secara menyeluruh, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. QS. Al-baqoroh : 208).
Penerapan syariah Islam secara secara formal dan menyeluruh menjadi kunci mewujudkan keimanan dan ketakwaan menyeluruh penduduk negeri hal ini sudah terlihat pada masa khilfah yang berdiri selama krang lebih 13 abad lamanya, dimana tercatat 200 tindak ktiminal yang terjadi. Berdasarkan ini jelas bahwa khilafah menjadi kunci ketqwaa’an penduduk negri. Penduduk negeri yang beriman dan bertakwa adalah mereka yang secara bersama-sama melaksanakan seluruh perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan-Nya. Mereka secara bersama-sama menjadikan hukum-hukum Allah, yakni syariah Islam, untuk mengatur kehidupan mereka. Dalam pandangan Islam, penerapan syariah secara formal dan menyeluruh jelas memerlukan institusi negara. Negaralah pihak yang menerapkan syariah secara formal dan menyeluruh di bawah pimpinan seorang imam atau khalifah yang dibaiat oleh umat. Keberadaan imam/khalifah yang dibaiat oleh umat ini merupakan perkara wajib berdasarkan sabda. Rasul saw.:
مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Siapa saja yang mati, sementara di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah/Imam), maka matinya adalah mati jahiliah (HR Muslim).
Hadis ini jelas menegaskan kewajiban mengangkat seorang khalifah. Dengan kata lain, hadis ini menegaskan kewajiban menegakkan Khilafah. Imam al-Qurthubi, ketika menafsirkan QS al-Baqarah ayat 30, menegaskan bahwa tidak ada perbedaan pendapat di kalangan umat, juga di kalangan para imam, atas kewajiban mengangkat imam atau khalifah ini.
Sebagai sebuah kewajiban, mengangkat khalifah atau menegakkan Khilafah yang menerapkan syariah Islam termasuk amal taqarrub yang paling agung atau paling utama (Ibnu Taimiyah, As-Siyasah asy-Syar’iyyah, hlm. 161).
Karena termasuk kewajiban yang paling agung dan paling penting, maka aktivitas dakwah dan perjuangan untuk mewujudkan seorang imam/khalifah yang dibaiat oleh umat, yakni menegakkan Khilafah, harusnya masuk dalam daftar amal paling utama yang harus dilakukan olah kaum Muslim pada bulan Ramadhan agar sukses Ramadhan benar-benar bisa diraih. WalLah a’lam bi ash-shawab. []
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah :208)
Islam akan mudah diterapkan secara menyeluruh jika dinaungi oleh khilafah dimana khalifah memberikan keamanan dan fasilitas untu umat islam dalam beribadah secara total dan menyeluruh. Dengan begitu ketaqwa'an akan berlangsung tidak hanya dibilang Ramadhan. Islam akan memberikan Rahmat pada seluruh alam tanpa terkecuali.
Beberapa Pertanyaan Mengenai Ramadhan Yaa Syahrus Shiam
1. Pertanyaan : bentar lagi kan bulan suci ramadhan tuhh pasti kan ada acara acara bukber nah itu gimna hukum nya bukber, kan bercampur baur dengan laki laki boleh atau tidak?
Jawaban : Ukhti sholihah, sebagaimana sudah diketahui bahwa hukum ikhtilat dan kholwat adalah Haram baik dilakukan pada selain bulan Ramadhan apa lagi dibulan Ramadhan yang sangat mulia ini. Ikhtilat maksudnya bercampurnya antara laki-laki dan perempuan dalam suatu kegiatan diluar syara’ dan khalwat adalah laki-laki dan perempuan berduaan dengan pihak ketiganya adalah syaiton. Qs. Al;isro: 32 “ dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buru.
Maka jelas hukumnya adalah haram, dan sebaik baik muslim adalah dia yang tunduk dan patuh pada perintah Allah secara menyeluruh. So jangan mau menjadi rugi yah, menyianyiakan ramadhan yang sangat istimewa ini.
2. Pertanyaan : ka sya ingin bertanya..pertnyaan ka.. Kan tadi ada hal hal yang perlu di persiapkan apabila memasuki ramadhan slah stunya adalah persiapan fikriyah..nida msih kurang ngerti teh yang di maksud persiapan fikriyah...bisa tlong jelaskn lagi dan berikan contohnya ka.
Jawaban : Baik sholihah, fikriyah artinya pemikiran dengan memperkaya pemikiran islam utamanya tentang ramadhan. Jangan sampai kita melakukan ibadah ramadhan tapi kita tidak tahu ilmunya begitupun ilmu-ilmu lainnya. Sebab beramal tanpa ilmu itu bahaya. Dan berilmu tanpa amal itu kebohongan.
3. Pertanyaan : Sekarang banyak banget video mukbang di youtube atau sosmed lainnya. Bagaimana hukumnya seseorang yang sedang shaum tapi menonton video makan (mukbang) seperti itu? Pun kalau tidak tergugah dibolehkan kah?. Jazakillah khair ukhti
Jawaban : Fenomena mukbang atau istilah lainnya makan besar menjadi salah hal yang menarik dan bisa merangsang nafsu kita untuk memenuhi berbagai keinginan perut, dengan demikian bukannya kita khusyu melaksankan ibadah malah yang dipikirkan adalah makanan-makanan yang menjadi target untuk kita puaskan setelah berbuka. Maka jelas hukumnya adalah makruh dimana makruh adalah mendekati haram dan lebih baiknya kita tinggalkan.
Sebagaimana kita adalah kaum muslim maka hendaknya perhatikan adab adab dalam makan sekalipun. Karena apa yang masuk dalam perut kita,itu juga akan mempengaruhi dalam tingkah laku kita. Wallahu alam .
4. Pertanyaan : Gimana hukumnya orang yang tahun lalu sebulan full ga bisa puasa karna setiap dicoba puasa, siangnya *maaf muntah.. dan setiap mau dibayar pun selalu gitu. Apa masih bisa kalau dibayarnya tahun ini?. Kalau boleh 1 lagi, gimana dengan kondisi orang yang ingin puasa, sedangkan dia harus banyak minum untuk menjaga ginjal dalam memproses obat? Kan tadi dimateri dibilang "jika kesempatan terbatas itu terlewatkan tentu itu merupakan kerugian". Apakah saya juga akan termasuk dalam orang yang rugi dengan keadaan seperti ini (shalat tarawih, tilawah, puasa, tidak maksimal)?
Jawaban : Ada beberapa keringanan dalam puasa
Pertama: Orang sakit ketika sulit berpuasa.
Yang dimaksudkan sakit adalah seseorang yang mengidap penyakit yang membuatnya tidak lagi dikatakan sehat. Para ulama telah sepakat mengenai bolehnya orang sakit untuk tidak berpuasa secara umum. Nanti ketika sembuh, dia diharuskan mengqodho’ puasanya (menggantinya di hari lain). Dalil mengenai hal ini adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)
Kedua: Orang yang bersafar ketika sulit berpuasa.
Musafir yang melakukan perjalanan jauh sehingga mendapatkan keringanan untuk mengqoshor shalat dibolehkan untuk tidak berpuasa.
Dalil dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)
Ketiga: Orang yang sudah tua rentah dan dalam keadaan lemah, juga orang sakit yang tidak kunjung sembuh.
Para ulama sepakat bahwa orang tua yang tidak mampu berpuasa, boleh baginya untuk tidak berpuasa dan tidak ada qodho baginya. Menurut mayoritas ulama, cukup bagi mereka untuk memberi fidyah yaitu memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Pendapat mayoritas ulama inilah yang lebih kuat. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah: 184)
Begitu pula orang sakit yang tidak kunjung sembuh, dia disamakan dengan orang tua rentah yang tidak mampu melakukan puasa sehingga dia diharuskan mengeluarkan fidyah (memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan).
Ibnu Qudamah mengatakan, “Orang sakit yang tidak diharapkan lagi kesembuhannya, maka dia boleh tidak berpuasa dan diganti dengan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Karena orang seperti ini disamakan dengan orang yang sudah tua.”
Maka jelas yaah harus bagaimana, dan untuk mengoptimalkan diri maka lakukan semampunya. Karena ALLAH tahu bagaimana batas kesanggupan Hambanya dan pahala yang tetap didapatkan sebagaimana pahala yang lain. Wallahu alam
5. Pertanyaan : Assalamu'alaikum teh, teh gimana sih caranua supaya dapet malam lailatul qodar? Katanya harus dipersiapkan jauh jauh hari bahkan dipersiapkan sebelum ramadhan datang? Ada gak teh kiat-kiat kita untuk agar bisa mendapatkan malam yang lebih baik dari malam seribu bulan ini?.
Jawaban :Persiapan yang harus dilakukan sama dengan persiapan sebagaimana yang sudah dijelaskan pada materi pertama. Dan untuk mendapatkan malam lailatul qodr optimalkan ibadah kita pada ALLAH sebagaimana ibadah iabadah yang sudah teteh sebutkan di materi 1. Dan niatkan hanya karena ALLAH bukan lain insyallah ketenangan hati akan menjawab apakah kita sudah melewati malam lailatul qodr dengan sebaik baiknya atau tidak.
6.Pertanyaan : Kenapa puasa itu harus di bulan Ramadhan, kan tadi katanya kita harus mengetahui tentang Ramadhan, sedangkan saya sendiri belum tahu kenapa puasa itu harus di bulan Ramadhan bukan di bulan bulan yang lainnnya.
Jawaban : Pertama, bulan diturukannya Al-Qur’an (nuzulul Qur’an). Para ulama berpendapat bahwa Al-Qur’an -kitab suci umat Islam- diturunkan Allah pada tanggal 17 Ramadhan. Hal ini sesuai dengan QS. Al-Baqarah 183-185, dimana orang beriman diwajibkan berpuasa pada hari-hari yang ditentukan atau Ramadhan. Selain Al-Qur’an, kitab-kitab agama samawi lainnya seperti Taurat, Zabur, dan Injil juga diturunkan pada bulan Ramadhan. Maka tidak mengherankan jika sebagian ulama menyimpulkan bahwa alasan diwajibkannya puasa di bulan Ramadhan adalah karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan kesembilan dari kalender Hijriyah itu.
Kedua, malam kemuliaan (lailatul qadar). Pada bulan Ramadhan pula Allah menurunkan lailatul qadar, satu malam dimana beribadah satu kali pada malam itu lebih baik dari beribadah seribu bulan. Al-Qadr adalah surat Al-Qur’an yang menjelaskan cukup gamblang mengenai malam seribu bulan ini.
Ketiga, umat Islam memenangkan perang Badar. Merujuk buku Perang Muhammad: Kisah Perjuangan dan Pertempuran Rasulullah, pada malam Jumat 17 Ramadhan 2 Hijriyah Nabi Muhammad menyiapkan tentaranya untuk pertempuran Badar esok harinya. Saat itu, jumlah pasukan Muslim hanya sekitar 300 orang, sementara pasukan musuh mencapai seribu orang dengan peralatan lengkap. Namun demikian dengan pertolongan Allah, pasukan Muslim bisa mengalahkan musuhnya meski jumlah dan senjatanya tidak sebanding.
Perang Badar menjadi penentu dakwah Islam ke depannya. Ada yang berpendapat, jika umat Islam pada saat itu kalah maka kita tidak akan mendapati sejarah peradaban dan penyebaran Islam seperti saat ini.
Keempat, pembebasan kota Makkah (fathu Makkah).Fathu Makkah terjadi pada 10 Ramadhan abad ke-8 Hijriyah. Peristiwa ini menjadi salah satu momen paling bersejarah dalam peradaban Islam, dimana 15 ribu pasukan umat Islam dari Madinah menaklukkan Makkah tanpa peperangan dan pertumpahan darah. Proses penaklukkan yang damai menyebabkan penduduk Makkah banyak yang masuk Islam. Bahkan, elit-elit musuh Islam seperti Abu Sufyan, Ikrimah bin Abu Jahal, dan lainnya juga menyatakan diri memeluk agama Islam. Yang tidak kalah menarik, dalam penaklukkan itu Nabi Muhammad dan sahabatnya menghancurkan berhala-berhala yang ada di seluruh penjuru kota Makkah. Bahkan dalam buku Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, Nabi Muhammad memerintahkan semua penduduk Makkah yang memiliki berhala untuk menghancurkannya.
Kelima, induk bulan. Ramadhan adalah induk atau kepala dari bulan-bulan lainnya. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad: Telah tiba bulan Ramadhan sebagai induk bulan-bulan lainnya (sayyidus syuhur), dengan membawa berkah maka ucapkanlah “selamat datang” sebagaimana kepada orang-orang yang mengunjungi kita dalam kerinduan.
Ramadhan merupakan bulan yang istimewa dan terhormat. Sejak dulu, Allah memuliakan bulan Ramadhan, terutama dengan menurunkan kitab-kitab suci-Nya kepada para utusannya. Di samping itu, mengutip buku Puasa pada Umat-umat Dulu dan Sekarang, umat Yahudi berpuasa pada bulan Ramadhan untuk menghormati turunnya kitab Taurat. Begitu pun umat Nasrani. Dulu mereka berpuasa selama satu bulan penuh pada Ramadhan.
Terlepas dari itu semua, hanya Allah lah yang paling mengetahui secara jelas tentang alasan dan sebab mengapa puasa wajib bagi umat Islam jatuh pada bulan Ramadhan. Waallahu ‘alam biasakan.