Bukan sekedar Hijrah, tapi Istiqomah
Bulan awal
di tahun baru Masehi, biasanya banyak dari kita yang sibuk untuk menyusun dan
menata kembali resolusi untuk satu tahun full.
Tapi, apakah resolusi ini wajib ? Ya, tentu. Karna, biasanya ketika ada
planning tentu ada target yang akan di capai. Akan tetapi, bagaimana kita bisa
menentukan target tsb ? Jika goals kita Surga, tentu hal-hal ketaatan yg
bernilai ibadah akan terus kita raih dalam bagaimana pun keadaannya. Sadar akan
hidayah yang Allah berikan sehingga merasa senang menyambutnya. Apakah itu kita
? Semoga demikian.Banyak dari kita entah itu dari kalangan awam sampai kalangan
selebritis yang menjemput hidayah Allah, Ketika hidayah (petunjuk) Allah datang
untuk kita, jangan pernah diabaikan dan di sia-siakan. Moment hijrah sekarang
tentu tidak lagi asing terdengar, Allah beri kesempatan untuk bisa menikmati
manisnya iman.
Umar bin
al-Khaththab ra. pernah berpesan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab
(di akhirat).” Artinya, di dunia ini, sekaranglah waktu kita menghisab diri. Di
mana posisi kita antara dosa dan pahala, antara kemaksiatan dan ketataan,
antara neraka dan surga? Di mana posisi kita terhadap Islam dan syariahnya,
juga di tengah umat Islam? Sejauh mana berbagai larangan Allah SWT telah
ditinggalkan? Sejauh mana perintah-Nya telah dikerjakan? Muhasabah atau
introspeksi diri ini penting dilakukan terus-menerus. Tentu agar setiap dari
kita bisa memperbaiki diri atau ber-“hijrah”. Hijrah secara bahasa adalah
berpindah dari sesuatu ke sesuatu yang lain atau meninggalkan sesuatu menuju
sesuatu yang lain. Jadi hijrah itu identik dengan perubahan. Tentu perubahan ke
arah yang baik.
Ibnu Rajab
al-Hanbali dalam Fath al-Bârî menjelaskan, asal dari hijrah adalah meninggalkan
dan menjauhi keburukan untuk mencari, mencintai dan mendapatkan kebaikan. Hijrah
itu terjadi karena adanya kesadaran tentang perlunya perubahan dari keadaan
yang sedang eksis ke keadaan baru yang ingin diwujudkan. Kesadaran itu tentu
muncul karena adanya muhasabah atau instrospeksi diri. Karena itu muhasabah
atau introspeksi diri menjadi sangat penting.
Pertama-tama yang perlu dilakukan adalah meninggalkan apa
yang wajib ditinggalkan, yakni apa saja yang dilarang oleh Allah SWT. Inilah
hijrah yang bisa dilakukan kapan saja.
Rasul shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Seorang Muslim adalah orang yang menjadikan kaum Muslim
selamat dari lisan dan tangannya. Seorang yang berhijrah adalah orang yang
meninggalkan apa saja yang Allah larang atas dirinya. (HR al-Bukhari, Abu
Dawud, an-Nasai, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Humaidi).
Meninggalkan apa saja yang Allah larang tidak menuntut
kemampuan. Ini berbeda dengan melakukan apa yang Allah perintahkan, yang
menuntut kemampuan maksimal. Rasul shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنِ الشَّيْءِ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ
بِالشَّيْءِ فَائْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Jika aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah dan
jika aku memerintahkan sesuatu maka lakukanlah sesuai batas kemampuan kalian.
(HR Ahmad, al-Bukhari, dan Muslim).
Selain dilakukan berdasarkan kemampuan secara maksimal,
perintah Allah harus segera ditunaikan.
Allah SWT berfirman:
فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ ۖ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ
Bersegeralah kembali kepada Allah. Sungguh aku seorang
pemberi peringatan yang nyata dari Allah untuk kalian. (TQS adz-Dzariyat
[51]: 50).
Abu Ishaq
ats-Tsa’labi dalam tafsirnya, Al-Kasyfu wa al-Bayân ‘an Tafsîr al-Qur’ân,
menjelaskan, frasa “Fafirrû ilâlLâh” bermakna: Larilah dari azab Allah menuju
pahala-Nya dengan iman dan menjauhi kemaksiatan. Ibnu Abbas berkata: Larilah
menuju Allah dan beramallah dengan menaati-Nya.”
Dengan demikian setiap Muslim harus segera berhenti dari apa
yang Allah larang dan meninggalkannya, sekaligus segera menjalankan berbagai
ketaatan kepada-Nya. Dengan dua spirit ini, setiap Muslim akan menjadi sosok
yang makin taat. Ketaatannya juga makin total, makin menyeluruh, makin kâffah.
Orang yang
“hijrah” itu tidak menyukai apa saja yang menyalahi Islam dan syariatnya.
Sebaliknya, dia makin senang kepada Islam dan syariatnya. Dia pun makin
merindukan kehidupan islami; kehidupan yang diatur sesuai dengan Islam dan
syariatnya.
Alhasil, secara individual seorang Muslim tak boleh berhenti
ber-“hijrah”. Tak boleh berhenti berubah ke arah yang lebih baik sesuai
tuntutan syariah, menuju totalitas berislam dan melaksanakan syariahnya secara
kâffah. Hal yang sama juga perlu dilakukan oleh kaum Muslim secara keseluruhan.
Kita perlu melakukan muhasabah/interospeksi atas keadaan umat Islam hari ini. Kita
perlu merenungkan bagaimana keadaan umat Islam. Bagaimana pula keadaan
seharusnya yang dikehendaki oleh Islam. Selanjutnya kita perlu menyiapkan tidak
lanjut atas hasil muhasabah itu.
Allah SWT telah menyifati umat Islam sebagai khairu ummah
(umat terbaik), sebagaimana firman-Nya:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia;
melakukan amar makruf nahi munkar dan mengimani Allah. (TQS Ali Imran [3]:
110).
Sifat
sebagai umat terbaik ini tidak hanya berlaku pada kaum Muslim masa Rasul
shallallahu’alaihi wasallam saja, melainkan berlaku untuk umat beliau sampai
kapan pun.
Secara umum karakteristik umat terbaik itu adalah mengimani
Allah, melakukan amar makruf nahi mungkar, mengikuti sunah Rasul saw. dan
melaksanakan syariah. Dengan demikian kesempurnaan sifat khairu ummah itu
terwujud ketika umat Islam beriman dan bertakwa. Ketakwaan mereka harus tampak
dalam kehidupan mereka, termasuk dalam pengelolaan kehidupan masyarakat dalam
segala aspeknya, dengan syariat Islam.
Karena itu perubahan atau “hijrah” harus dilakukan bukan
hanya pada tataran individu, tetapi juga pada tataran masyarakat, yakni
perubahan menuju ketaatan kepada Allah SWT secara total.
Ketaatan total kepada Allah SWT diwujudkan dengan penerapan
syariah Islam kaffah di dalam seluruh aspek kehidupan. Ini menjadi tanggung
jawab seluruh komponen umat Islam.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sungguh orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di
jalan Allah, mereka itulah yang benar-benar mengharapkan rahmat Allah. Allah
Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”(TQS al-Baqarah [2]: 218).
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ﻭَﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮُ ﻣَﻦْ ﻫَﺠَﺮَ ﻣَﺎ ﻧَﻬَﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪ
”Dan Al-Muhaajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang
meninggalkan larangan Allah”. [1]
Sangat membuat kita sedih, ketika ada sebagian saudara kita
yang “hijrahnya gagal” yaitu tidak istiqamah di atas jalan-Nya, kembali lagi ke
dunia kelamnya yang dahulu dan kembali melanggar larangan Allah.
Berikut kiat-kiat atau tips agar “hijrah
istiqamah"
1. Berniat ikhlas ketika hijrah
Hijrah bukan karena tendensi dunia atau kepentingan dunia
tetapi ikhlas karena Allah. Seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang
diniatkannya dan sesuai dengan niat hijrahnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍْﻷَﻋْﻤَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻴَّﺎﺕِ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟِﻜُﻞِّ ﺍﻣْﺮِﺉٍ
ﻣَﺎ ﻧَﻮَﻯ . ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ
ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﻟِﺪُﻧْﻴَﺎ ﻳُﺼِﻴْﺒُﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ
ﻳَﻨْﻜِﺤُﻬَﺎ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺎ ﻫَﺎﺟَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ
“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan
setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka
barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah
dan rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan
atau mendapatkan wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia
inginkan itu.”
2. Segera mencari lingkungan yang baik dan sahabat yang
shalih
Ini adalah salah satu kunci utama sukses hijrah, yaitu
memiliki teman dan sahabat yang membantu untuk dekat kepada Allah dan saling
menasehati serta saling mengingatkan. Hendaknya kita selalu berkumpul bersama
sahabat yang shalih dan baik akhlaknya.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ
الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur)” (QS. At-Taubah: 119).
Agama seseorang itu sebagaimana agama teman dan sahabatnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ
صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ
إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ
أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan
orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai
besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli
darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika
engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau
dapat baunya yang tidak enak.”
Perlu diperhatikan bahwa hati manusia lemah, apalagi ketika
sendiri. Perlu dukungan, saling menasehati antar sesama. Selevel Nabi Musa
‘alaihissalam saja memohon kepada Allah agar mempunyai teman seperjuangan yang
bisa membantunya dan membenarkan perkataannya, yaitu Nabi Harun ‘alaihissalam.
Beliau berkata dalam Al-Quran,
وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَاناً فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ
رِدْءاً يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ
“Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku,
maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku;
sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku” (QS. Al-Qashash: 34).
Mereka yang “masih berjuang untuk hijrah” bisa jadi
disebabkan karena masih sering berkumpul dan bersahabat dekat dengan
teman-teman yang banyak melanggar larangan Allah.
3. Menguatkan fondasi dasar tauhid dan akidah yang kuat
dengan mengilmui dan memahami makna syahadat dengan baik dan benar
Syahadat adalah dasar dalam agama. Kalimat ini tidak sekedar
diucapkan akan tetapi kalimat ini mengandung makna yang sangat mendalam dan
perlu dipelajari lebih mendalam. Allah menjelaskan dalam Al-Quran bahwa kalimat
syahadat akan meneguhkan seorang muslim untuk kehidupan dunia dan akhirat jika
benar-benar mengilmui dan mengamalkannya.
Allah Ta’ala berfirman,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ
اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan
ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah
menyesatkan orang-orang yang lalim dan Allah memperbuat apa yang Dia kehendaki”
(QS. Ibrahim: 27).
4. Mempelajari Al-Quran dan as-sunah serta mengamalkannya,
dikuatkan dengan mengkaji Islam
Mengkaji Islam secara menyeluruh adalah salah satu kunci
agar kita terus terhubung dengan Allah. Ketika kita menuntut ilmu agama-Nya,
mempelajari lebih dalam, maka insyaallah hati kita akan diteguhkan dan
dikuatkan agar tidak kembali mundur ke belakang.
Tentu saja, karena Al-Quran adalah petunjuk bagi kehidupan
di dunia agar selamat dunia dan akhirat. Sebagaimana seseorang yang hendak
pergi ke suatu tempat, tentu perlu petunjuk dan arahan berupa peta dan penunjuk
jalan semisalnya. Jika tidak menggunakan peta dan tidak ada orang yang memberi
petunjuk, tentu akan tersesat dan tidak akan sampai ke tempat tujuan. Apalagi
ternyata ia tidak tahu bagaimana cara membaca peta, tidak tahu cara menggunakan
petunjuk yang ada serta tidak ada penunjuk jalan, tentu tidak akan sampai dan
selamat.
Allah menurunkan Al-Quran untuk meneguhkan hati orang yang
beriman dan sebagai petunjuk. Membacanya juga dapat memberikan kekuatan serta
kemudahan dalam beramal shalih dan berakhlak mulia dengan izin Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ
الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Quran itu
dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah
beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah)’” (QS. An-Nahl: 102).
5. Berusaha tetap terus beramal walaupun perlahan (sedikit)
Ini adalah kuncinya, yaitu tetap beramal sebagai buah ilmu.
Amal adalah tujuan kita berilmu, bukan sekedar wawasan saja, karenanya kita
diperintahkan tetap terus beramal meskipun sedikit dan ini adalah hal yang
paling dicintai oleh Allah.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ
قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan
yang kontinu walaupun itu sedikit.”
Beramal yang banyak dan terlalu semangat juga kurang baik,
apalagi tanpa ada ilmu di dalam amal tersebut, sehingga nampakanya seperti
semangat di awal saja tetapi setelahnya kendur bahkan sudah tidak beramal lagi.
6. Sering berdoa dan memohon keistiqomahan dan keikhlasan
Tentunya tidak lupa kita berdoa agar bisa tetap istiqamah
beramal dan beribadah sampai menemui kematian
Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al-yaqin (yakni
ajal)” (QS. Al-Hijr: 99).
Doa berikut ini sebaiknya sering kita ucapkan dan
sudah selayaknya kita hafalkan.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ
لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
‘Rabbanaa Laa Tuzigh Quluubanaa Ba’da Idz Hadaitanaa wa Hab
Lanaa Min-Ladunka Rahmatan, innaka Antal-Wahhaab’
“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami
condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan
karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya
Engkau-lah Dzat yang Maha Pemberi (karunia)” (QS. Ali Imran: 8).
Dan doa ini,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
‘Ya Muqallibal Quluubi Tsabbit Qalbiy ‘Alaa Diinika’.
“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah
hatiku di atas agama-Mu.”
Pertanyaan dan jawaban
1. Pertanyaan : apa tanda nya kalo hijrah kita di
terima Allah..
Jawaban : Berhijrah adalah berpindah nya suatu hal
dari keburukan menuju kebaikan, dari kemaksiatan menuju ketaatan. Tidak ada
satu orang pun yang tau, apakah amalan baik (hijrah) kita di terima atau
tidaknya, karna semua itu hanyalah Allah yang Maha Tahu. Namun, kembali lagi
bahwasanya kita tahu Allah adalah Maha penerima taubat hamba-Nya. Dengan
catatan jika kita bersungguh-sungguh dalam taat (hijrah). Kembali introfeksi
(muhasabah) diri, apakah kita sudah totalitas meninggalkan hal2 kemaksiatan dan
larangan yang telah Allah tetapkan ?
Jika sudah, insyaallah Allah akan menerima taubat,
meneguhkan hati kita di jalan-Nya, dan diterima nya amalan hijrah lillah tsb.
Aamiin
2. Pertanyaan : gini kak, tadi ada kiat-kiat hijrah
salah satunya mencari lingkungan yg baik dan sahabat yg shalihah, nah saya ini
hidup diantara keluarga besar yg semuanya belum menerapkan syariat secara baik
dan itu menjadi salah satu penyebab kefuturan hijrah saya..
Pertanyaan nya adalah dengan lingkungan yg kurang mendukung
tsb adakah cara lain agar saya bisa tetap Istiqomah?
Jawaban : Sudahkah berdoa dan mendapatkan sahabat
yang Sholihah ? 😊 Sahabat yang mampu mendukung proses hijrah mu ?
Sahabat yang sudah satu frekuensi dalam ketaatan ? Yang terus mengingatkan jika
kita melakukan kemaksiatan ?
Maka sahabat itulah yang menjadi lingkungan terbaik kita.
Terus pegang erat 🤝 jangan pernah abai dan di sia-siakan. Bisa jadi,
itu adalah sahabat yang Allah titipkan untuk kita selalu taat dan sukses
Hijrah. Jika Keluarga yang belum (menyeluruh) menerapkan syariat, maka itu
adalah bagian dari tugas kita. Banyak dari kita, keluarga yang kontra dengan
jalan yang kita putuskan (hijrah), namun.. teruslah berdoa, karna Allah lah
satu-satunya pemilik setiap hati manusia. Mulailah kamu berdiskusi ringan
(sekedar sharing) dengan keluarga terutama ortu mu, tapi bukan bermaksud
"menggurui". Karna dengan begitu, insyaallah perlahan demi perlahan
Allah luluhkan hati keluarga kita sehingga mampu sama2 di jalan-Nya.
3. Pertanyaan : Bagaimana cara kita untuk tetap
berusaha menguatkan iman, terkadang iman ada naik dan turunnya.
Jawbaban : Futur atau lemah nya iman, biasanya
disebabkan kita kurangnya kegiatan mendekatkan diri kpd Allah. Biasanya,
kegiatan yang tidak kita sertai dengan "dzikrullah" maka, itu akan
sangat mudah mendapati kefuturan.
Teruslah berusaha mencari kegiatan dalam ketaatan.
Contohnya, berkumpul dengan sahabat Sholihah, mengkaji Islam, membaca buku,
mendengarkan kajian Islam, dll
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda