Minggu, 19 Januari 2020

Bukan sekedar Hijrah, tapi Istiqomah




           Bulan awal di tahun baru Masehi, biasanya banyak dari kita yang sibuk untuk menyusun dan menata kembali resolusi untuk satu tahun full.  Tapi, apakah resolusi ini wajib ? Ya, tentu. Karna, biasanya ketika ada planning tentu ada target yang akan di capai. Akan tetapi, bagaimana kita bisa menentukan target tsb ? Jika goals kita Surga, tentu hal-hal ketaatan yg bernilai ibadah akan terus kita raih dalam bagaimana pun keadaannya. Sadar akan hidayah yang Allah berikan sehingga merasa senang menyambutnya. Apakah itu kita ? Semoga demikian.Banyak dari kita entah itu dari kalangan awam sampai kalangan selebritis yang menjemput hidayah Allah, Ketika hidayah (petunjuk) Allah datang untuk kita, jangan pernah diabaikan dan di sia-siakan. Moment hijrah sekarang tentu tidak lagi asing terdengar, Allah beri kesempatan untuk bisa menikmati manisnya iman.
         Umar bin al-Khaththab ra. pernah berpesan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (di akhirat).” Artinya, di dunia ini, sekaranglah waktu kita menghisab diri. Di mana posisi kita antara dosa dan pahala, antara kemaksiatan dan ketataan, antara neraka dan surga? Di mana posisi kita terhadap Islam dan syariahnya, juga di tengah umat Islam? Sejauh mana berbagai larangan Allah SWT telah ditinggalkan? Sejauh mana perintah-Nya telah dikerjakan? Muhasabah atau introspeksi diri ini penting dilakukan terus-menerus. Tentu agar setiap dari kita bisa memperbaiki diri atau ber-“hijrah”. Hijrah secara bahasa adalah berpindah dari sesuatu ke sesuatu yang lain atau meninggalkan sesuatu menuju sesuatu yang lain. Jadi hijrah itu identik dengan perubahan. Tentu perubahan ke arah yang baik.
         Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Fath al-Bârî menjelaskan, asal dari hijrah adalah meninggalkan dan menjauhi keburukan untuk mencari, mencintai dan mendapatkan kebaikan. Hijrah itu terjadi karena adanya kesadaran tentang perlunya perubahan dari keadaan yang sedang eksis ke keadaan baru yang ingin diwujudkan. Kesadaran itu tentu muncul karena adanya muhasabah atau instrospeksi diri. Karena itu muhasabah atau introspeksi diri menjadi sangat penting.
Pertama-tama yang perlu dilakukan adalah meninggalkan apa yang wajib ditinggalkan, yakni apa saja yang dilarang oleh Allah SWT. Inilah hijrah yang bisa dilakukan kapan saja.
Rasul shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

Seorang Muslim adalah orang yang menjadikan kaum Muslim selamat dari lisan dan tangannya. Seorang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa saja yang Allah larang atas dirinya. (HR al-Bukhari, Abu Dawud, an-Nasai, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Humaidi).

Meninggalkan apa saja yang Allah larang tidak menuntut kemampuan. Ini berbeda dengan melakukan apa yang Allah perintahkan, yang menuntut kemampuan maksimal. Rasul shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنِ الشَّيْءِ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِالشَّيْءِ فَائْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Jika aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah dan jika aku memerintahkan sesuatu maka lakukanlah sesuai batas kemampuan kalian. (HR Ahmad, al-Bukhari, dan Muslim).
Selain dilakukan berdasarkan kemampuan secara maksimal, perintah Allah harus segera ditunaikan. 

Allah SWT berfirman:

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ ۖ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ

Bersegeralah kembali kepada Allah. Sungguh aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untuk kalian. (TQS adz-Dzariyat [51]: 50).

            Abu Ishaq ats-Tsa’labi dalam tafsirnya, Al-Kasyfu wa al-Bayân ‘an Tafsîr al-Qur’ân, menjelaskan, frasa “Fafirrû ilâlLâh” bermakna: Larilah dari azab Allah menuju pahala-Nya dengan iman dan menjauhi kemaksiatan. Ibnu Abbas berkata: Larilah menuju Allah dan beramallah dengan menaati-Nya.”
Dengan demikian setiap Muslim harus segera berhenti dari apa yang Allah larang dan meninggalkannya, sekaligus segera menjalankan berbagai ketaatan kepada-Nya. Dengan dua spirit ini, setiap Muslim akan menjadi sosok yang makin taat. Ketaatannya juga makin total, makin menyeluruh, makin kâffah.
         Orang yang “hijrah” itu tidak menyukai apa saja yang menyalahi Islam dan syariatnya. Sebaliknya, dia makin senang kepada Islam dan syariatnya. Dia pun makin merindukan kehidupan islami; kehidupan yang diatur sesuai dengan Islam dan syariatnya.
Alhasil, secara individual seorang Muslim tak boleh berhenti ber-“hijrah”. Tak boleh berhenti berubah ke arah yang lebih baik sesuai tuntutan syariah, menuju totalitas berislam dan melaksanakan syariahnya secara kâffah. Hal yang sama juga perlu dilakukan oleh kaum Muslim secara keseluruhan. Kita perlu melakukan muhasabah/interospeksi atas keadaan umat Islam hari ini. Kita perlu merenungkan bagaimana keadaan umat Islam. Bagaimana pula keadaan seharusnya yang dikehendaki oleh Islam. Selanjutnya kita perlu menyiapkan tidak lanjut atas hasil muhasabah itu.
Allah SWT telah menyifati umat Islam sebagai khairu ummah (umat terbaik), sebagaimana firman-Nya:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; melakukan amar makruf nahi munkar dan mengimani Allah. (TQS Ali Imran [3]: 110).

           Sifat sebagai umat terbaik ini tidak hanya berlaku pada kaum Muslim masa Rasul shallallahu’alaihi wasallam saja, melainkan berlaku untuk umat beliau sampai kapan pun.
Secara umum karakteristik umat terbaik itu adalah mengimani Allah, melakukan amar makruf nahi mungkar, mengikuti sunah Rasul saw. dan melaksanakan syariah. Dengan demikian kesempurnaan sifat khairu ummah itu terwujud ketika umat Islam beriman dan bertakwa. Ketakwaan mereka harus tampak dalam kehidupan mereka, termasuk dalam pengelolaan kehidupan masyarakat dalam segala aspeknya, dengan syariat Islam.

Karena itu perubahan atau “hijrah” harus dilakukan bukan hanya pada tataran individu, tetapi juga pada tataran masyarakat, yakni perubahan menuju ketaatan kepada Allah SWT secara total.
Ketaatan total kepada Allah SWT diwujudkan dengan penerapan syariah Islam kaffah di dalam seluruh aspek kehidupan. Ini menjadi tanggung jawab seluruh komponen umat Islam.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Sungguh orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang benar-benar mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”(TQS al-Baqarah [2]: 218).

Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ﻭَﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮُ ﻣَﻦْ ﻫَﺠَﺮَ ﻣَﺎ ﻧَﻬَﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪ
Dan Al-Muhaajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan larangan Allah”. [1]

Sangat membuat kita sedih, ketika ada sebagian saudara kita yang “hijrahnya gagal” yaitu tidak istiqamah di atas jalan-Nya, kembali lagi ke dunia kelamnya yang dahulu dan kembali melanggar larangan Allah.
 Berikut kiat-kiat atau tips agar “hijrah istiqamah" 
1.  Berniat ikhlas ketika hijrah

Hijrah bukan karena tendensi dunia atau kepentingan dunia tetapi ikhlas karena Allah. Seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya dan sesuai dengan niat hijrahnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍْﻷَﻋْﻤَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻴَّﺎﺕِ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟِﻜُﻞِّ ﺍﻣْﺮِﺉٍ ﻣَﺎ ﻧَﻮَﻯ . ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﻟِﺪُﻧْﻴَﺎ ﻳُﺼِﻴْﺒُﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻳَﻨْﻜِﺤُﻬَﺎ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺎ ﻫَﺎﺟَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ

Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau mendapatkan wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia inginkan itu.

2. Segera mencari lingkungan yang baik dan sahabat yang shalih
Ini adalah salah satu kunci utama sukses hijrah, yaitu memiliki teman dan sahabat yang membantu untuk dekat kepada Allah dan saling menasehati serta saling mengingatkan. Hendaknya kita selalu berkumpul bersama sahabat yang shalih dan baik akhlaknya.

Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur)” (QS. At-Taubah: 119).

Agama seseorang itu sebagaimana agama teman dan sahabatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.

Perlu diperhatikan bahwa hati manusia lemah, apalagi ketika sendiri. Perlu dukungan, saling menasehati antar sesama. Selevel Nabi Musa ‘alaihissalam saja memohon kepada Allah agar mempunyai teman seperjuangan yang bisa membantunya dan membenarkan perkataannya, yaitu Nabi Harun ‘alaihissalam. Beliau berkata dalam Al-Quran,
وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَاناً فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءاً يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ
Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku” (QS. Al-Qashash: 34).
Mereka yang “masih berjuang untuk hijrah” bisa jadi disebabkan karena masih sering berkumpul dan bersahabat dekat dengan teman-teman yang banyak melanggar larangan Allah.

3. Menguatkan fondasi dasar tauhid dan akidah yang kuat dengan mengilmui dan memahami makna syahadat dengan baik dan benar
Syahadat adalah dasar dalam agama. Kalimat ini tidak sekedar diucapkan akan tetapi kalimat ini mengandung makna yang sangat mendalam dan perlu dipelajari lebih mendalam. Allah menjelaskan dalam Al-Quran bahwa kalimat syahadat akan meneguhkan seorang muslim untuk kehidupan dunia dan akhirat jika benar-benar mengilmui dan mengamalkannya.

Allah Ta’ala berfirman,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan Allah memperbuat apa yang Dia kehendaki” (QS. Ibrahim: 27).

4. Mempelajari Al-Quran dan as-sunah serta mengamalkannya, dikuatkan dengan mengkaji Islam
Mengkaji Islam secara menyeluruh adalah salah satu kunci agar kita terus terhubung dengan Allah. Ketika kita menuntut ilmu agama-Nya, mempelajari lebih dalam, maka insyaallah hati kita akan diteguhkan dan dikuatkan agar tidak kembali mundur ke belakang.
Tentu saja, karena Al-Quran adalah petunjuk bagi kehidupan di dunia agar selamat dunia dan akhirat. Sebagaimana seseorang yang hendak pergi ke suatu tempat, tentu perlu petunjuk dan arahan berupa peta dan penunjuk jalan semisalnya. Jika tidak menggunakan peta dan tidak ada orang yang memberi petunjuk, tentu akan tersesat dan tidak akan sampai ke tempat tujuan. Apalagi ternyata ia tidak tahu bagaimana cara membaca peta, tidak tahu cara menggunakan petunjuk yang ada serta tidak ada penunjuk jalan, tentu tidak akan sampai dan selamat.
Allah menurunkan Al-Quran untuk meneguhkan hati orang yang beriman dan sebagai petunjuk. Membacanya juga dapat memberikan kekuatan serta kemudahan dalam beramal shalih dan berakhlak mulia dengan izin Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Quran itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’” (QS. An-Nahl: 102).

5. Berusaha tetap terus beramal walaupun perlahan (sedikit)
Ini adalah kuncinya, yaitu tetap beramal sebagai buah ilmu. Amal adalah tujuan kita berilmu, bukan sekedar wawasan saja, karenanya kita diperintahkan tetap terus beramal meskipun sedikit dan ini adalah hal yang paling dicintai oleh Allah.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.”
Beramal yang banyak dan terlalu semangat juga kurang baik, apalagi tanpa ada ilmu di dalam amal tersebut, sehingga nampakanya seperti semangat di awal saja tetapi setelahnya kendur bahkan sudah tidak beramal lagi.

6. Sering berdoa dan memohon keistiqomahan dan keikhlasan
Tentunya tidak lupa kita berdoa agar bisa tetap istiqamah beramal dan beribadah sampai menemui kematian

Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al-yaqin (yakni ajal)” (QS. Al-Hijr: 99).
Doa berikut  ini sebaiknya sering kita ucapkan dan sudah selayaknya kita hafalkan.

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
‘Rabbanaa Laa Tuzigh Quluubanaa Ba’da Idz Hadaitanaa wa Hab Lanaa Min-Ladunka Rahmatan, innaka Antal-Wahhaab
“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Dzat yang Maha Pemberi (karunia)” (QS. Ali Imran: 8).

Dan doa ini,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
‘Ya Muqallibal Quluubi Tsabbit Qalbiy ‘Alaa Diinika’.
“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”

Pertanyaan dan jawaban
1. Pertanyaan : apa tanda nya kalo hijrah kita di terima Allah..
Jawaban : Berhijrah adalah berpindah nya suatu hal dari keburukan menuju kebaikan, dari kemaksiatan menuju ketaatan. Tidak ada satu orang pun yang tau, apakah amalan baik (hijrah) kita di terima atau tidaknya, karna semua itu hanyalah Allah yang Maha Tahu. Namun, kembali lagi bahwasanya kita tahu Allah adalah Maha penerima taubat hamba-Nya. Dengan catatan jika kita bersungguh-sungguh dalam taat (hijrah). Kembali introfeksi (muhasabah) diri, apakah kita sudah totalitas meninggalkan hal2 kemaksiatan dan larangan yang telah Allah tetapkan ?
Jika sudah, insyaallah Allah akan menerima taubat, meneguhkan hati kita di jalan-Nya, dan diterima nya amalan hijrah lillah tsb. Aamiin
2. Pertanyaan : gini kak, tadi ada kiat-kiat hijrah salah satunya mencari lingkungan yg baik dan sahabat yg shalihah​, nah saya ini hidup diantara keluarga besar yg semuanya belum menerapkan syariat secara baik dan itu menjadi salah satu penyebab kefuturan hijrah saya..
Pertanyaan nya adalah dengan lingkungan yg kurang mendukung tsb adakah cara lain agar saya bisa tetap Istiqomah?
Jawaban : Sudahkah berdoa dan mendapatkan sahabat yang Sholihah ? 😊 Sahabat yang mampu mendukung proses hijrah mu ? Sahabat yang sudah satu frekuensi dalam ketaatan ? Yang terus mengingatkan jika kita melakukan kemaksiatan ?
Maka sahabat itulah yang menjadi lingkungan terbaik kita. Terus pegang erat 🤝 jangan pernah abai dan di sia-siakan. Bisa jadi, itu adalah sahabat yang Allah titipkan untuk kita selalu taat dan sukses Hijrah. Jika Keluarga yang belum (menyeluruh) menerapkan syariat, maka itu adalah bagian dari tugas kita. Banyak dari kita, keluarga yang kontra dengan jalan yang kita putuskan (hijrah), namun.. teruslah berdoa, karna Allah lah satu-satunya pemilik setiap hati manusia. Mulailah kamu berdiskusi ringan (sekedar sharing) dengan keluarga terutama ortu mu, tapi bukan bermaksud "menggurui". Karna dengan begitu, insyaallah perlahan demi perlahan Allah luluhkan hati keluarga kita sehingga mampu sama2 di jalan-Nya.
3. Pertanyaan : Bagaimana cara kita untuk tetap berusaha menguatkan iman, terkadang iman ada naik dan turunnya.
Jawbaban : Futur atau lemah nya iman, biasanya disebabkan kita kurangnya kegiatan mendekatkan diri kpd Allah. Biasanya, kegiatan yang tidak kita sertai dengan "dzikrullah" maka, itu akan sangat mudah mendapati kefuturan.
Teruslah berusaha mencari kegiatan dalam ketaatan. Contohnya, berkumpul dengan sahabat Sholihah, mengkaji Islam, membaca buku, mendengarkan kajian Islam, dll

 Semoga  Hijrahnya tetap Istiqomah ya dears...


          

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda