Jumat, 22 Februari 2019

Banyak Anak Merepotkan?


Oleh: Zulia Ilmawati, S.Psi

Dalam pandangan Islam, anak adalah anugerah yang diberikan Allah pada para orang tuanya. Kehadiran anak disebut berita baik (Maryam:7), hiburan karena mengenakan pandangan mata (Al-Furqan:74), dan perhiasan hidup di dunia (Al-Kahfi:46). Anak juga sebagai bukti kebesaran dan kasih sayang Allah, pelanjut, penerus dan pewaris orang tua, tetapi juga sekaligus ujian (At-Taghabun:15).

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda rasulullah Saw, ”Sesungguhnya ada seseorang yang diangkat (ditinggikan) derajatnya di jannah (syurga)”. Lalu ia bertanya (terheran-heran), ”Bagaimana aku bisa mendapat ini (yakni derajat yang tinggi di surga)?”. Dikatakan kepadanya, ”(Ini) disebabkan istighfar (permohonan ampun) dari anakmu (kepada Allah) untukmu”.

Sesungguhnya anak merupakan aset yang sangat berharga, karena anak yang shalih akan senantiasa mendoakan kedua orang tuanya.

”Sesungguhnya Rasulullah Saw telah bersabda, apabila manusia telah mati, maka terputuslah dari semua amalnya kecuali tiga perkara. Shadaqah jariayah, ilmu yang diambil manfaatnya dan anak shalih yang mendoakannya”. (HR. Muslim)

Inilah puncak tertinggi dari keutamaan-keutamaan mempunyai anak, yaitu anak yang shalih yang bermanfaat bagi orang tua di dunia dan di akhirat. Dari hadits inipun kita mengetahui bahwa tujuan mulia dari mempunyai anak menurut syariat Islam ialah menjadikan anak-anak tersebut menjadi anak-anak yang shalih, anak-anak yang taat kepada Allah dan RasulNya dan anak-anak yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Bukan anak-anak yang durhaka apalagi yang kufur dan lain-lain yang dibenci oleh Allah dan RasulNya. Peran orang tua dalam hal ini sangat penting sekali dan menentukan.

Rasullullah Saw bersabda:

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Abu Dawud).

Sebagai amanah, semua yang dilakukan orang tua terhadap anaknya (bagaimana orang tua merawat, membesarkan dan mendidiknya) akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Dengan amat jelas Allah SWT memberikan peringatan tentang masalah tanggungjawab orang tua terhadap anak.

“Dan hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah (iman, ilmu dan amal), yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka, oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (An-Nisaa’: 9)

“Setiap kamu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang telah dipercayakan kepadanya. Dan seorang ayah bertanggungjawab atas kehidupan keluarganya. Dan seorang ibu bertanggungjawab atas harta dan anak suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atasnya.“ (HR. Bukhari Muslim)

Semestinya seorang Muslim tidak merasa khawatir dan takut dengan banyak anak, justru dia merasa bersyukur karena telah mengikuti Sunnah Rasulullah SAW. Allah SWT akan memudahkan baginya dalam mendidik anak-anaknya, sekiranya ia bersungguh-sungguh untuk taat kepada Allah dan RasulNya.

Meskipun kaum Muslimin terus menerus ditakut-takuti supaya tidak memiliki banyak anak dengan alasan rizki, waktu dan tenaga yang terbatas untuk mengurus dan memperhatikan mereka, tapi sesungguhnya anak adalah anugerah yang luar biasa. Ada banyak hikmah dengan banyaknya anak. Diantaranya:

1. Mendapat karunia yang besar yang lebih tinggi nilainya dari harta.

2. Menjadi buah hati yang menyejukkan pandangan

3. Sarana untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT

4. Di dunia mereka akan saling menolong dalam kebaikan

5. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya

6. Doa mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah tidak bisa lagi beramal (telah meninggal dunia)

7. Jika ditakdirkan anaknya meninggal ketika masih kecil/belum baligh Insya Allah akan menjadi syafaat (penghalang masuknya seseorang ke dalam neraka) bagi orang tuanya di akhirat kelak.8. Anak akan menjadi hijab (pembatas) dirinya dengan api neraka, manakala orang tuanya mampu menjadikan anak-anaknya sebagai anak yang shalih dan shalihah.

9. Dengan banyaknya anak, akan menjadi salah satu sebab kemenangan kaum muslimin ketika jihad fisabilillah dikumandangkan karena jumlahnya yang sangat banyak

10. Rasulullah Saw bangga akan jumlah umatnya yang banyak.[]

Sumber : http://www.muslimahnews.com/2019/02/21/banyak-anak-merepotkan/

Kamis, 21 Februari 2019

Kisah Obrolan Suami-Istri, yang sedang Membangun Keluarga Penghuni Surga


Oleh Ustadzah Ney Besikara
.
Suatu hari tentang "kemandirian" istri..

Abi : "Selama masih ada abi, uang abi yg ummi pake, sedangkan uang ummi disodaqohkan saja atau simpan di tempat yg aman."

Ummi : "Tapi abi masih izinkan ummi jualan kan?"

Abi : "Abi izinkan semua kegiatan yg bisa membuat ummi bahagia, kalo perlu abi akan modalin. Tapi bukan dalam rangka mencari nafkah, bahkan untuk menafkahi diri ummi sendiripun tidak. Biar abi yg menafkahi ummi dan juga anak-anak. Karena "menafkahi" adalah kodrat abi sebagai laki-laki, sebagai suami sebagai ayah , bila abi menyelisihi kodrat itu. maka hilang kebarokahan rezeki abi."

Ummi : "Tanggungan abi banyak, ummi pengen bantu."

Abi : "Doa ummi sudah sangat cukup buat abi, doa ummi yg mengantarkan abi menjadi seperti sekarang."

Ummi : "Anak kita banyak, kasihan kalo abi menanggung seorang diri."

Abi : "Bukan abi yg menanggung kebutuhan anak-anak. Allah yg mencukupi semuanya. Tapi ingat sabda Rasulullah...laki-laki yg paling baik adalah laki-laki yg paling baik terhadap istrinya. Rasulullah tidak mengatakan terhadap anak-anaknya, tapi istri. Makanya abi minta tolong betul sama ummi, izinkan abi meraih pahala itu."

Ummi : "Kita kan ngga tahu umur kita sampai kapan bi..."

Abi : "Ummi ngga doakan abi berumur pendek kan?"

Ummi : "Astaghfirullah...ya ngga donk bi, pasti ummi doanya abi panjaaang umur."

Abi : "Ya sudah jangan pikirkan yg belum terjadi, apalagi kalo itu menyangkut rahasia Allah, bukan urusan kita."

Ummi : "Tapi bagaimanapun kita perlu persiapan bi..."

Abi : "Biar abi yg menyiapkan...itulah mengapa rumah yg kita punya abi atasnamakan ummi, motor mobil tanah semua atas nama ummi. Selama ummi masih ada semua yg abi beli akan abi atasnamakan ummi. Karena abi ngga mau kelak kalo ternyata Allah memanggil abi terlebih dahulu, ummi repot ngurusin surat2."

Ummi : "Kalo ummi pergi lebih dulu?"
Abi : "Abi laki-laki, mobilitas abi lebih tinggi, lebih mudah bagi abi memindahnamakan jadi nama anak-anak kita."

Pesan abi ya mi...
Di balik kemandirian seorang wanita, di belakang niat mandiri seorang istri, kalo itu seorang muslimah haruslah berhati-hati dengan hati. Kemandirian dengan kesombongan...abi takut itu tipiiis sekali bedanya. Kemandirian dengan prasangka mendahului taqdir Allah...astaghfirullah, jangan ya mi...!"

Jodoh Tak Sekedar Pandai Caption Tapi Juga Action


@LukyRouf
Maraknya sosmed wa bil khusus instagram membuat kaum baper seperti mencukupkan diri mencari pasangan hidup hanya sekedar yang bisa bikin dia klepek-klepek. Kalo cuman kayak gitu nikah aja sama oppa-oppa korea.

Lha iya, ini bukan tuduhan, fakta loh bahwa nggak sedikit para pencari jodoh ketika stalking di kolom pencarian instagram sekedar nyari yang bisa bikin baper, yang (kelihatannya) dakwahnya super di sosial media. Apakah itu salah? Saya nggak bilang itu salah secara hukum syara’, tapi your life need priority. Kalo sekedar itu, nikah noh sama pemain film india, yang kalo sedih or gembira selalu dinyanyiin.

Satu hal yang harus disadari oleh para penikmat media, bahwa mungkin memang tidak ada niat buruk dari pembuat konten baper, bahkan ada yang menamai akunnya ‘baper fisabilillah’, tapi kembali ke tujuan dari setiap perbuatan kita itu apa.

Dari sisi pembuatan kontennya, sekarang kita tanya apa tujuan dan faedahnya membuat konten kemesraan suami-isteri terus di uplod di ruang publik? Bukankah pamer kemesraan di ruang publik itu tidak diperkenakan oleh syariat? Jadi, apakah konten itu mendapat ridha Allah? Pertanyaan penting dan mendasar yang kudu dijawab.

Sebab, ghoyatul ghoyah alias tujuan dari segala tujuan dari perbuatan kita harusnya adalah mencari atau mendapatkan ridha Allah. Nah, supaya Allah ridha, maka perbuatan kita itu, harus sesuai alias tidak melanggar larangan Allah maupun dalam rangka melaksanakan perintah Allah.

Dari sisi yang ngeliat atau bahkan pengulik konten semacam tersebut, pertanyaannya sama, tujuannya apa? Apakah akan mencari suami yang pandai ngasih mawar tapi minus iman yang tak cetar? Apakah sedang mencari pasangan yang pandai bikin caption tapi minim action?

Nggak salah nyari suami or isteri yang pandai bikin caption, tapi jauh lebih penting juga kedua-keduanya antara caption dan action dimiliki. Nah, di dunia sosmed itu orang pandai bikin caption itu nggak sedikit, sehinga jangan terjebak pada caption, tapi kalo kita tidak tahu actionnya sehari-hari. Bahkan kadangkala ada yang pinter bikin caption.

Isteri saya pernah ditanya pada suatu forum, kebetulan ada saya disitu. Pertanyannya, apakah saya (sebagai suami) termasuk tipe orang yang mesra? Isteri saya menjawab bahwa tergantung mesra apa yang dimaksud, kalo mesra yang dimaksud adalah seperti video-video yang bikin baper, maka itu tidak ada pada suami (saya).

Sembari isteri saya melanjutkan bahwa mesranya suami itu yang seharusnya ada di ruang privat, dimana ketika isteri sedang sibuk mengejarkan pekerjaan rumah, terus suami datang membantu. Suami yang meringankan tugas isteri seperti mencuci, ngurus anak, itulah suami yang mesra, suami yang tidak hanya pandai membunga-bungakan perkataan, tapi besar juga dalam perbuatan.

Jadi, tidak salah sebenarnya anda memilih calon jodoh yang pandai caption, tapi itu indikasi bahwa anda hanya tergiur dengan captionnya yang mendayu-dayu, karena bahasa tulisan lebih banyaknya tidak sama dengan bahasa lisan.

Sekali lagi, ini bicara tentang prioritas, tentang kelebihutamaan, kalo anda tahu actionnya calon jodoh anda itu lebih baik. Entah itu tahu sendiri, maupun dari teman, saudara, terutama pada saat masa ta’aruf atau khitbah.

Saya tidak mengatakan caption itu menipu, tapi anda sendiri, kalo pake istilahnya orang Jawa, ojo gumunan, ojo kagetan (jangan mudah heran, jangan gampang kaget) dengan sesuatu yang anda baca atau lihat. Ojo grusa-grusu (jangan tergesa-gesa) menentukan pilihan jodoh anda, hanya sekedar terpesona membaca atau melihat captionnya. Ituh….

Hukum Jilbab Seperti Potongan


By: Ustadz M Shiddiq Al Jawi (@mshiddiqaljawi)
.
Sebelumnya kami perjelas dulu fakta (manath) yang kami pahami dari pertanyaan diatas. Jadi yang ditanyakan adalah mengenai jilbab syar'i, yaitu bukan kerudung (khimaar), melainkan busana wanita yang longgar yang dipakai di atas baju rumahan (seperti daster dil) yang menutupi seluruh tubuh yang terulur hingga kedua kaki. Hanya saja jilbab tersebut tak terbuat dari satu kain terusan, melainkan dari dua kain yang dijahit/disambung menjadi satu. Misal bagian atas warna putih, sedang bagian pinggang ke bawah berwarna abu-abu (seperti seragam siswi SMU). Inilah fakta (manath) yang kami pahami.
.
Bolehkah memakai jilbab seperti potongan yang seperti itu? Jawaban kami dua poin sbb; Pertama, boleh hukumnya jilbab seperti potongan tersebut dikenakan oleh Muslimah karena sudah termasuk jilbab syar'i. Kedua, sebaiknya seorang Muslimah tak mengenakan jilbab seperti potongan itu karena ada unsur syubhat, kecuali dia dapat memberikan klarifikasi untuk menghilangkan syubhat tersebut.
.
Mengenai poin pertama, yakni jilbab seperti potongan itu boleh dipakai, dikarenakan jilbab seperti potongan itu sudah masuk definisi jilbab syari yang diwajibkan Allah SWT dalam Al Ahzab [33]: 59. Tafsiran jilbab" dalam ayat tersebut menurut Syekh Wahbah Zuhaili adalah baju panjang (al mula ah) yang dipakai perempuan seperti gamis, atau baju yang menutup seluruh tubuh. (Wahbah Zuhaili, At Tafsir Al Munir fi Al 'Aqidah wa Al Syari'ah wa Al Manhaj, 22/114).
.
Para ulama juga menafsirkan istilah "jilbab" dalam makna yang yang serupa. Dalam kamus Al Mu'jamul Wasith disebutkan jilbab adalah baju yang menutupi seluruh tubuh (al tsaub al musytamil 'ala al jasadi kullihi) Jilbab juga diartikan apa-apa yang dipakai wanita di atas baju-bajunya seperti milhafah (mantel/baju kurung) (maa yulbasu fauqa tsiyaabiha ka al milhafah). (Al Mujamul Wasith, Juzlhlm. 126).
.
Dengan demikan, jilbab seperti potongan yang ditanyakan hukumnya boleh, berdasarkan kemutlakan ayat jilbab diatas, karena tidak terdapat dalil taqyiid dari Al Qur'an maupun As Sunnah yang mensyaratkan jilbab itu wajib terbuat dari satu potong kain saja. (Lihat: Taqiyuddin An Nabhani, Al Nizham Al Itima'i fi Al Islam, hlm. 46; Nashiruddin Al Albani, Jilbab Al Mar'ah A Muslimah fi Al Kitab wa Al Sunnah, Damaskus : Darus Salam, 2002, hlm. 37;Abu Thalhah M. Yunus Abdus Sattar, Libas Ar Rasul wa Al Shahabat wa Al Shahabiyyat, hlm.91- 98).
.
Kaidah ushul fiqih dalam masalah ini menetapkan: al muthlaqu yajriy 'alaa ithlaaqihi maa lam yarid dalilun yadullu 'ala at taqyiid. (dalil yang mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak terdapat dalil yang menunjukkan taqyid (penetapan batasan/syarat). (Wahbah Zuhaili, Ushul Al Fiqh Al lslami, Juz 1 hlm. 208).
.
Adapun poin kedua, kami katakan sebaiknya seorang Muslimah tidak mengenakan jilbab seperti potongan itu, karena terdapat unsur syubhat, yaitu adanya isytibah (kesamaran) bagi orang yang melihatnya, karena seakan-akan jilbab tersebut tidak sesuai syariah. Yaitu jilbab itu akan nampak sebagai dua potong baju terpisah, bukan satu potong sebagai satu kesatuan. Jadi orang akan menduga baju atas (gamis) yang dipakai tidak terulur sampai bawah (kaki) sebagaimana diwajibkan syariah, tapi hanya terulur sampai pinggang. Padahal hakikatnya tidak demikian.
.
Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya jilbab potongan seperti itu tidak dipakai kecuali pemakainya dapat memberikan klarifikasi untuk menghilangkan syubhat tersebut. Dalilnya hadits shahih bahwa Shafiyah binti Huyyai RA salah seorang istri Nabi SAW pernah mengunjungi Nabi SAW yang sedang i'tikaf di malam hari pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Ketika keduanya hendak keluar dan sampai di pintu masjid, ada dua orang laki-laki Anshar yang melihat mereka. Maka Nabi SAW berkata kepada mereka,"Wanita ini tidak lain adalalh Shafiyyah binti Huyyai [istri saya sendiri]" (HR Bukhari & Muslim). (Taqiyuddin An Nabhani, Al Nizham Al ltima'i fi Al Islam, hlm. 104; Imam Nawawi, Al Adzkar An Nawawiyah, hlm. 276). Wallahu a'lam.
——————————

Rabu, 20 Februari 2019

Batas Busana Muslim Bagian Bawah

Oleh: Ustaz M Shiddiq Al Jawi

#Fikih
#MuslimahNewsID -- Busana Muslimah yang wajib dikenakan dalam kehidupan umum seperti di jalan, masjid, pasar, sekolah, kampus, dll, ada dua bagian; yaitu busana atas (al libas al a'la) dan busana bawah (al libas al asfal). (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham AlljtimaifiAl Islam, hlm.44-45).
.
Busana atas adalah khimar (kerudung), yang secara salah kaprah disebut "jilbab". Dalil wajibnya khimar firman Allah subhanahu wa ta'ala (artinya), "Dan hendaklah mereka [wanita Muslimah] menutupkan kain kerudung ke dadanya." (TQS An Nuur [24]:31). Adapun busana bawah, disebut jilbab, yaitu busana yang dipakai di atas baju rumah/semisal daster, yang longgar dan menutupi seluruh tubuh. (Al Mu'jam Al Wasith, 1/128). 

Dalil wajibnya jilbab firman Allah subhanahu wa ta'ala (artinya), "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak- anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka."(TQS Al Ahzaab [33]:59).
.
Batasan kerudung (khimar) adalah apa-apa yang menutupi seluruh kepala, seluruh leher, dan kerah baju hingga dada. (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al ljtima'i fi Al Islam, hlm. 44-45). Jadi tak boleh kerudung masih menampakkan telinga atau leher, dan tak boleh pula kerudung dimasukkan ke dalam kerah baju sehingga dada tidak tertutupi oleh kerudung. 

Ini jelas menyalahi firman Allah subhanahu wa ta'ala (artinya), "Dan hendaklah mereka [wanita muslimah]) menutupkan kain kerudung ke dadanya. (TOS An Nuur [24]:31).
.
Adapun batasan jilbab (busana bawah) adalah sampai menutupi kedua kaki. Imam Taqiyuddin An Nabhani mengatakan bahwa syarat jilbab haruslah terulur sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." (TQS Al Ahzaab [33]:59). Kata "yudniina" dalam ayat ini ditafsirkan "yurkhiina" yaitu mengulurkan jilbab sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.

Penafsiran ini diperkuat dengan sabda Rasulullah ﷺ, "Barangsiapa mengulurkan bajunya [melampaui mata kaki] karena sombong, Allah tak akan melihatnya pada Hari Kiamat. Ummu Salamah bertanya, Lalu apa yang harus diperbuat oleh para wanita dengan ujung-ujung baju mereka? Rasulullah ﷺ menjawab, Ulurkan sejengkal [dari lutut] Kata Ummu Salamah lagi.' Kalau begitu kaki-kaki mereka akan tersingkap. Rasulullah ﷺ menjawab, 'Mereka ulurkan sehasta, jangan menambah lagi." (HR Tirmidzi). 

Jadi jilbab secara ringkas adalah busana yang longgar yang terulur sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki (al tsaub al waasi' al murkhiy ila asfalin hatta al qadamaini). (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al ljtima'ifiAlIslam, hlm.46-47).
.
Lalu bagaimana akhwat yang ketika naik sepeda motor jilbabnya terangkat sehingga kakinya terlihat? Menurut kami, hukumnya tidak apa-apa dan tidak berdosa selama akhwat itu memenuhi tiga syarat berikut: pertama, akhwat tersebut tidak bermaksud tabarruj, yaitu menampakkan perhiasan dan keindahan tubuh kepada laki-laki non mahram. Dalilnya adalah ayat yang melarang tabarruj (QS An Nuur [24]:31&60).
.
Kedua, akhwat tersebut sudah mengenakan jilbab yang memenuhi standar syar'i, yakni menutupi kedua kaki pada saat dia mengenakan jilbab dalam kondisi biasa (tak naik sepeda motor). Dalil syarat kedua ini adalah dalil jilbab itu sendiri yaitu QS Al Ahzaab:59.
.
Ketiga, akhwat tersebut menutupi kakinya dengan kaos kaki dan sepatu. Sebab kedua kaki termasuk aurat. Dalil syarat ketiga ini adalah hadits-hadits yang menjelaskan batasan aurat perempuan, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Kedua kaki tidak dikecualikan jadi termasuk aurat. Sabda Rasulullah ﷺ, "Sesungguhnya seorang wanita jika sudah haid, tidak layak dilihat daripadanya kecuali wajahnya dan dua tangannya hingga pergelangan tangan" (HR Abu Dawud). (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al ljtimai Al Istam. hlm. 42). Wallahua'lam.

—————————————
Silakan share dan follow
FB, IG, Telegram
@MuslimahNewsID

Twitter: twitter.com/m_newsid

Grup WA:
http://bit.ly/JoinWAMuslimahNewsID2
—————————————
Berkarya untuk Umat
—————————————

Selasa, 19 Februari 2019

Langkah-langkah Setan Menelanjangi Wanita


#MuslimahBantenOfficial -- Setan dalam menggoda manusia memiliki berbagai macam strategi, dan yang sering dipakai adalah dengan memanfaatkan hawa nafsu, yang memang memiliki kecenderungan mengajak kepada keburukan. Setan tahu persis kecenderungan nafsu kita, dia terus berusaha agar manusia keluar dari garis yang telah ditentukan Allah, termasuk melepaskan hijab atau pakaian muslimah. Berikut ini tahapan-tahapannya.

===

Menghilangkan Definisi Hijab

Dalam tahap ini setan membisikkan kepada para wanita, bahwa pakaian apapun termasuk hijab (penutup) itu tidak ada kaitannya dengan agama, ia hanya sekedar pakaian atau mode hiasan bagi para wanita. Jadi tidak ada pakaian syar’i, pakaian ya pakaian, apa pun bentuk dan namanya.

Sehingga akibatnya, ketika zaman telah berubah, atau kebudayaan manusia telah berganti, maka tidak ada masalah pakaian ikut ganti juga. Demikian pula ketika seseorang berpindah dari suatu negeri ke negeri yang lain, maka harus menyesuaikan diri dengan pakaian penduduknya, apapun yang mereka pakai.

Berbeda halnya jika seorang wanita berkeyakinan, bahwa hijab adalah pakaian syar’i (identitas keislaman), dan memakainya adalah ibadah bukan sekedar mode. Biarpun hidup kapan saja dan di mana saja, maka hijab syar’i tetap dipertahankan.

===

Apabila seorang wanita masih bertahan dengan prinsip hijabnya, maka setan beralih dengan strategi yang lebih halus. Caranya?

Pertama, Membuka Bagian Tangan

Telapak tangan mungkin sudah terbiasa terbuka, maka setan membisik kan kepada para wanita agar ada sedikit peningkatan model yakni membuka bagian hasta (siku hingga telapak tangan). “Ah tidak apa-apa, kan masih pakai jilbab dan pakai baju panjang? Begitu bisikan setan. Dan benar sang wanita akhirnya memakai pakain model baru yang menampakkan tangannya, dan ternyata para lelaki yang melihat nya juga biasa-biasa saja. Maka setan berbisik, “Tuh tidak apa-apa kan?”

===

Kedua, Membuka Leher dan Dada

Setelah menampakkan tangan menjadi kebiasaan, maka datanglah setan untuk membisikkan hal baru lagi. “Kini buka tangan sudah lumrah, maka perlu ada peningkatan model pakaian yang lebih maju lagi, yakni terbuka bagian atas dada kamu.” Tapi jangan sebut sebagai pakaian terbuka, hanya sekedar sedikit untuk mendapatkan hawa, agar tidak gerah. Cobalah! Orang pasti tidak akan peduli, sebab hanya bagian kecil saja yang terbuka.

Maka dipakailah pakaian model baru yang terbuka bagian leher dan dadanya dari yang model setengah lingkaran hingga yang model bentuk huruf “V” yang tentu menjadikan lebih terlihat lagi bagian sensitif lagi dari dadanya.

===

Ketiga, Berpakian Tapi Telanjang

Setan berbisik lagi, “Pakaian kok hanya gitu-gitu saja, cari model atau bahan lain yang lebih bagus! Tapi apa ya? Sang wanita bergumam. “Banyak model dan kain yang agak tipis, lalu bentuknya dibuat yang agak ketat biar lebih enak dipandang,” setan memberi ide baru.

Maka tergodalah si wanita, di carilah model pakaian yang ketat dan kain yang tipis bahkan transparan. “Nggak apa-apa kok, kan potongan pakaiannya masih panjang, hanya bahan dan modelnya saja yang agak berbeda, biar nampak lebih feminin,” begitu dia menambahkan. Walhasil pakaian tersebut akhirnya membudaya di kalangan wanita muslimah, makin hari makin bertambah ketat dan transparan, maka jadilah mereka wanita yang disebut oleh Nabi sebagai wanita kasiyat ‘ariyat (berpakaian tetapi telanjang).

===

Keempat, Agak di Buka Sedikit

Setelah para wanita muslimah mengenakan busana yang ketat, maka setan datang lagi. Dan sebagaimana biasanya dia menawarkan ide baru yang sepertinya segar dan enak, yakni dibisiki wanita itu, “Pakaian seperti ini membuat susah berjalan atau duduk, soalnya sempit, apa nggak sebaiknya di belah hingga lutut atau mendekati paha?” Dengan itu kamu akan lebih leluasa, lebih kelihatan lincah dan enerjik.”

Lalu dicobalah ide baru itu, dan memang benar dengan dibelah mulai bagian bawah hingga lutut atau mendekati paha ternyata membuat lebih enak dan leluasa, terutama ketika akan duduk atau naik ke jok mobil. “Yah tersingkap sedikit nggak apa-apa lah, yang penting enjoy,” katanya.

Inilah tahapan awal setan merusak kaum wanita, hingga tahap ini pakaian masih tetap utuh dan panjang, hanya model, corak, potongan dan bahan saja yang dibuat berbeda dengan hijab syar’i yang sebenarnya. Maka kini mulailah setan pada tahapan berikutnya.

===

Terbuka Sedikit Demi Sedikit

Kini setan melangkah lagi, dengan trik dan siasat lain yang lebih ampuh, tujuannya agar para wanita menampakkan bagian aurat tubuhnya.

===

Pertama, Membuka Telapak Kaki dan Tumit.

Setan Berbisik kepada para wanita, “Baju panjang benar-benar membuat repot, kalau hanya dengan membelah sedikit bagiannya masih kurang leluasa, lebih enak kalau di potong saja hingga atas mata kaki.” Ini baru agak longgar. “Oh ada yang kelupaan, kalau kamu bakai baju demikian, maka jilbab yang besar tidak cocok lagi, sekarang kamu cari jilbab yang kecil agar lebih serasi dan gaul, toh orang tetap menamakannya dengan jilbab.”

Maka para wanita yang terpengaruh dengan bisikan ini buru-buru mencari model pakaian yang dimaksudkan. Tak ketinggalan sepatu hak tinggi, yang kalau untuk berjalan mengeluarkan suara yang menarik perhatian orang.

===

Kedua, Membuka Seperempat Hingga Separuh Betis

Terbuka telapak kaki telah biasa ia lakukan, dan ternyata orang-orang yang melihat juga tidak begitu peduli. Maka setan kembali berbisik, “Ternyata kebanyakan manusia menyukai apa yang kamu lakukan, buktinya mereka tidak bereaksi apa-apa, kecuali hanya beberapa orang. Kalau langkah kakimu masih kurang leluasa, maka cobalah kamu cari model lain yang lebih enak, bukankah kini banyak rok setengah betis dijual di pasaran? Tidak usah terlalu mencolok, hanya terlihat kira-kira sepuluh senti saja.” Nanti kalau sudah terbiasa, baru kamu cari model baru yang terbuka hingga setengah betis.”

Benar-benar bisikan setan dan hawa nafsu telah menjadi penasehat pribadinya, sehingga apa yang saja yang dibisikkan setan dalam jiwanya dia turuti. Maka terbiasalah dia mema-kai pakaian yang terlihat separuh betisnya kemana saja dia pergi.

===

Ketiga, Terbuka Seluruh Betis

Kini di mata si wanita, zaman benar-benar telah berubah, setan telah berhasil membalikkan pandangan jernihnya. Terkadang sang wanita berpikir, apakah ini tidak menyelisihi para wanita di masa Nabi dahulu. Namun buru-buru bisikan setan dan hawa nafsu menyahut, “Ah jelas enggak, kan sekarang zaman sudah berubah, kalau zaman dulu para lelaki mengangkat pakaiannya hingga setengah betis, maka wanitanya harus menyelisihi dengan menjulurkannya hingga menutup telapak kaki, tapi kini lain, sekarang banyak laki-laki yang menurunkan pakaiannya hingga bawah mata kaki, maka wanitanya harus menyelisihi mereka yaitu dengan mengangkatnya hingga setengah betis atau kalau perlu lebih ke atas lagi, sehingga nampak seluruh betisnya.”

Tetapi, apakah itu tidak menjadi fitnah bagi kaum laki-laki,” gumamnya. “Fitnah? Ah itu kan zaman dulu, di masa itu kaum laki-laki tidak suka kalau wanita menampakkan auratnya, sehingga wanita-wanita mereka lebih banyak di rumah dan pakaian mereka sangat tertutup. Tapi sekarang sudah berbeda, kini kaum laki-laki kalau melihat bagian tubuh wanita yang terbuka malah senang dan mengatakan ooh atau wow, bukankah ini berarti sudah tidak ada lagi fitnah, karena sama-sama suka? Lihat saja model pakaian di sana-sini, dari yang di emperan hingga yang yang bermerek kenamaan, seperti Kristian Dior, semuanya menawarkan model yang dirancang khusus untuk wanita maju di zaman ini. Kalau kamu tidak mengikuti model itu akan menjadi wanita yang ketinggalan zaman.”

Demikianlah, maka pakaian yang menampakkan seluruh betis biasa dia kenakan, apalagi banyak para wanita yang memakainya dan sedikit sekali orang yang mempermasalahkan itu. Kini tibalah saatnya setan melancarkan tahap terakhir dari siasatnya untuk melucuti hijab wanita.

===

Serba Mini

Setelah pakaian yang menampak kan betis menjadi pakaian sehari-hari dan dirasa biasa-biasa saja, maka datanglah bisikan setan yang lain. “Pakaian membutuhkan variasi, jangan itu-itu saja, sekarang ini modelnya rok mini, dan agar serasi rambut kepala harus terbuka, sehingga benar-benar kelihatan indah.”

Maka akhirnya rok mini yang menampakkan bagian bawah paha dia pakai, bajunya pun bervariasi, ada yang terbuka hingga lengan tangan, terbuka bagian dada sekaligus bagian punggung nya dan berbagai model lain yang serba pendek dan mini. Koleksi pakaiannya sangat beraneka ragam, ada pakaian pesta, berlibur, pakaian kerja, pakaian resmi, pakaian malam, sore, musim panas, musim dingin dan lain-lain, tak ketinggalan celana pendek separuh paha pun dia miliki, model dan warna rambut juga ikut bervariasi, semuanya telah dicoba.

Begitulah sesuatu yang sepertinya mustahil untuk dilakukan, ternyata kalau sudah dihiasi oleh setan, maka segalanya menjadi serba mungkin dan diterima oleh manusia.

Hingga suatu ketika, muncul ide untuk mandi di kolam renang terbuka atau mandi di pantai, di mana semua wanitanya sama, hanya dua bagian paling rawan saja yang tersisa untuk ditutupi, kemaluan dan buah dada. Mereka semua mengenakan pakaian yang sering disebut dengan “bikini”. Karena semuanya begitu, maka harus ikut begitu, dan na’udzu billah bisikan setan berhasil, tujuannya tercapai, “Menelanjangi Kaum Wanita.”

Selanjutnya terserah kamu wahai wanita, kalian semua sama, telanjang di hadapan laki-laki lain, di tempat umum. Aku berlepas diri kalau nanti kelak kalian sama-sama di neraka. Aku hanya menunjukkan jalan, engkau sendiri yang melakukan itu semua, maka tanggung sendiri semua dosamu” Setan tak mau ambil resiko.

===

Penutup

Demikian halus, cara yang digunakan setan, sehingga manusia terjerumus dalam dosa tanpa terasa. Maka hendaklah kita semua, terutama orang tua jika melihat gejala menyimpang pada anak-anak gadis dan para wanita kita sekecil apapun, segera secepatnya diambil tindakan. Jangan biarkan berlarut-larut, karena kalau dibiarkan dan telah menjadi kebiasaan, maka sangat sulit bagi kita untuk mengatasinya.

Membiarkan mereka membuka aurat berarti merelakan mereka mendapatkan laknat Allah, kasihanilah mereka, selamatkan para wanita muslimah, jangan jerumuskan mereka ke dalam kebinasaan yang menyeng-sarakan, baik di dunia maupun di akhirat.

Wallahu a’lam bis shawab.

| Sumber : @MuslimahNewsID |

STRATEGI MENGUATKAN PENGARUH IBU TERHADAP ANAK


Oleh : Ustadzah Yanti Tanjung

“Tidaklah anak dilahirkan kecuali dalam keadaan fithroh, maka orang tuanyalah yang meyahudikannya, menashranikannya dan memajusikannya"
 ( Al-Hadist)
.
Demikian Rasulullah membuat stetmen bahwa fithroh anak sejak lahir adalah Islam yang lurus, maka orang tualah yang menyimpangkan fithroh anak tersebut dari Islam. Ini artinya kewajiban orang tua adalah menjaga fithroh anak tetap dalam keislamannya.
.
Islam terdiri dari aqidah dan syariah, maka ayah bunda senantiasa memurnikan aqidah anak dan menjaga ketaatan anak terhadap Khaliknya. Tentunya ini membutuhkan pola pengasuhan dan pola pendidikan yang terencana, terukur, terealisasikan dan tercapai target membentuk kepribadian Islam anak.
.
Pada saat anak-anak hadir di dunia ini, maka lingkungan yang dia dapatkan tentulah bukan hanya rumah, juga lingkungan tetangga dan sekolah. Tentunya lingkungan itu dapat berpengaruh positif dan dapat pula berpengaruh negatif. Bahkan di rumah sendiripun anak bisa dipengaruhi oleh Televisi, internet dan keluarga lain yang tinggal serumah. Juga tetangga yang tentunya beragam suasana yang bisa saja anak bergaul dengan anak-anak mereka. Sekolah juga demikian, apa lagi sekolah sekuler dimana arahan pendidikan bukan untuk mewujudkan generasi sholeh sholehan pastinya anak dihadapkan berbagai pengaruh buruk yang siap menyimpangkan fthrohnya. Di sekolah yang berasis Islampun jangan dikira tidak ada pengaruh negatif meski tidak sekomplek sekolah sekuler, namun tetap saja harus dicermati.
.
Lantas bagaimana strategi ibu menghadapi tantangan seperti ini? Dikhususkan ibu karena ibulah yang tahu persis pertumbuhan dan perkembangan anak dan yang paling peka terhadap ancaman. Mengingat Ayah seringkali keluar rumah apakah untuk menjalankan kewajiban nafkah ataukah kewajiban dakwah, walau Ayah memiliki tanggung jawab yang sama.
.
Pertama Ibu harus memiliki jurus bahwa ibu tidak boleh kalah pengaruhnya oleh siapapun, tidak boleh kalah pengaruh dengan TV, kalah pengaruh dengan keluarga besar, kalah pengaruh dengan anak tetangga, kalah pengaruh dengan teman sekolah anak, kalah pengaruh dengan game, kalah pengaruh dengan internet dsb.
.
Berikutnya, ibu harus membuat Kegiatan Harian bersama anak sehingga porsi kegiatan anak ada bersama ibu, jika ibu mempunyai kepentingan lain semisal mencuci, memasak dsb anak bisa dilibatkan atau anak dibuatkan agenda kegiatan tersendiri yang bisa dia lakukan sendiri yang bisa menstimulus kecerdasannya.
Siapkan anak ketika berhadapan dengan teman yang membawa pengaruh jelek dengan membekali anak kebiasaan baik di rumah, perkataan yang ahsan, suka beribadah, dan gemar melakukan kebaikan
.
Libatkan anak dalam aktifitas dakwah ibu sehingga anak mentauladani ibunya menjadi dai ciliki yang selalu mengkritisi dan menasehati orang lain bila keluar dari koridor kebiasaannya. Misal, temannya berkata jorok, anak bisa nasehati temannya kalau kata-kata itu tidak disukai Allah dan kita akan dijauhi teman bila berkata kasar. Jadi anak bukan menirunya tapi mempengaruhi teman.
.
Curahkan seluruh perhatian dan kasih sayang yang ibu punya untuk anak, apakah saat dia menjalankan ketaatan dengan baik ataukah dalam kesusahan mengajak anak untuk menjalankan pembelajaran.
Bangun komunikasi yang intens, penuh kebahagiaan, kesenangan dan ketentraman batin anak, apakah saat dia meraih prestasi atauhkah saat menghadapi masalah dengan teman misalnya.
.
Dan yang tidak boleh dilupakan adalah berdoa untuk kemudahan mendidik anak-anak, ketajaman lisan bunda dalam memberikan pelajaran dan menasehati anak, juga berdoa untuk segala pengaruh buruk yang menimpa anak-anak kita.
Wallaahu a’lam bishshowab[]

Selasa, 12 Februari 2019

Menyayangi Isteri


Oleh Arief B. Iskandar
.
#MuslimahBantenOfficial -- Usai menunaikan shalat magrib berjamaah dan berzikir di mushala samping rumahnya, ustad muda yang aktivis itu tampak merenung cukup lama . Ia tampak kelelahan setelah seharian bekerja di rumahnya karena ‘ditinggal’ istrinya yang hari itu harus mengikuti kegiatan dakwah dari pagi sampai sore. Sebagai ustad, tentu ia bukannya tidak paham betapa beratnya beban seorang istri sekaligus ibu rumah tangga.
.
Namun, dengan menjalani sendiri seluruh pekerjaan rumah tangga hari itu, mulai dari memasak air, menyapu rumah dan halaman, mencuci piring/gelas dan pakaian, memasak dan menyediakan makan bagi anak-anaknya, memandikan mereka, mengantar mereka ke sekolah sekaligus mendampinginya (karena ada yang duduk di TK), mengasuh mereka sekaligus menenangkan mereka jika sesekali menangis dan rewel, menceboki mereka saat mereka BAK/BAB sekaligus mengganti pakaiannya, melerai mereka  saat bertengkar, dll, benar-benar pekerjaan yang amat menguras energi.
.
Apalagi itu dilakukan sejak pagi hingga sore. Itu baru satu hari. Bagaimana kalau harus tiap hari? Bisa-bisa stress! Karena itu, ustad muda itu makin menyadari betapat tanpa kehadiran istri, mengurus rumah tangga dengan keempat anaknya yang masih kecil-kecil itu ternyata tak seenteng yang ia bayangkan.
.
Sejak itu ia pun mulai menyadari, betapa ia kadang egois. Sebagai suami dan kepala rumah tangga ia merasa yang paling capek karena mencari nafkah, berdakwah, mengurus jamaah, dll. Ia merasa, dirinyalah yang paling sibuk sehingga sedikit istri kurang dalam hal pelayanan kepadanya, entah karena dianggap lamban, atau rumahnya sedikit berantakan, atau masakannya sedikit kurang enak, dll, ia gampang mengeluh, bahkan mencela.
.
Kini, di tengah-tengah perenungannya, ia pun amat menyesal. Tak terasa, air matanya menetes membasahi pipinya. Usai salat magrib itu, ia menyadari betapa ia sering berbuat tidak adil terhadap istrinya. Sejak itu, ia mulai bersikap sabar dan tidak mengeluh lagi jika dalam pandangannya istrinya kurang dalam melayani dirinya atau mengurus rumah tangganya.
.
Seorang suami memang pantas untuk menghargai, menghormati, memuliakan dan menyayangi istrinya betapapun dalam pandangannya, istrinya itu banyak kekurangannya. Sebab, jika pun ukurannya dikembalikan kepada standar materi, pekerjaan menjadi seorang/ibu rumah tangga sesungguhnya amat amahal. Bagaimana tidak?!
.
Dari sisi waktu, jika seorang suami/ayah bekerja secara umum dari pagi sampai sore, atau paling banter sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, maka seoang istri/ibu rumah tanggga, meminjam ungkapan seorang ustadzah, bekerja kadang jauh sebelum terbit fajar dari baru berhenti setelah ‘terpejam mata suami’. Karena itu, bisa dikatakan, seorang ibu rumah tangga jauh lebih tangguh dan super ketimbang suaminya.
.
Dari sisi materi, di situs www.reuters.com disebutkan bahwa setelah dilakukan survey kepada 18.000 ibu rumah tangga di Toronto, Kanada, mengenai daftar pekerjaan rumah tangga mereka sehari-hari (seperti memasak, membersihkan rumah, merawat anak, mengurus keluarga, dan sebagainya), sebuah perusahaan standar penggajian mendeskripsikan nilai, harga dan gaji yang pantas atas “pekerjaan” para ibu rumah tangga ini bila mereka digaji. Di Kanada, dari sekian banyak tugas dan pekejaan domestik, seorang ibu rumah tangga , jika digaji secara layak, pendapatan perbulannya bisa mencapai $124.000. Jumlah itu setara dengan Rp 1.116.000.000,- (baca: satu miliar seratus enam belas juta rupiah). Ini bila kurs $1 = Rp 9000,- saja.
.
Jika sebesar itu yang harus diperoleh oleh seorang ibu rumah tangga , tentu hanya seorang suami yang berkedudukan sebagai CEO sebuah perusahaan besar atau minimal seorang pemilik multiusaha sukses yang bisa menggaji istrinya setiap bulan. Tentu nominal tersebut terbilang sangat besar dilihat dari standar negara manapun, hatta negara paling modern dan maju sekalipun.
.
Karena itu, “Sebuah kesalahpahaman yang sangat jamak jika pilihan seorang wanita untuk menjadi seorang ibu rumah tangga dianggap lebih muda dan lebih ringan dari

pada menjadi seorang wanita karir . . . ,” kata Lena Boltos, seorang surveyor yang melakukan survey dan kalkulasi tersebut (Hidayatullah.com, 30/3/2010).
.
Jika sebesar itu nilai “profesi” sebagai seorang ibu rumah tangga, maka secara berseloroh kita bisa mengatakan, betapa tidak cerdasnya seorang istri/ibu sampai rela mengorbankan urusan keluarga/rumah tangganya hanya karena sibuk bekerja dengan gaji yang tentu tidak seberapa dibandingkan dengan nominal di atas. Lebih tidak cerdas lagi jika seorang suami menganggap rendah istrinya, tidak mau menghargai dan memuliakannya istrinya, hanya karena ia banyak di rumah sekedar menjalani “profesi”-nya sebagi ibu rumah tangga.
.
Itu dari sisi materi. Bagaimana jika dilihat dari kacamata Islam? Dalam pandangan Islam seorang ibu rumah tangga bertanggung jawab penuh atas seluruh urusan keluarga/ rumahtanggnya karena posisinya sebagi umm[un] wa trabbah al-bayt (ibu sekaligus manajer rumah tangga). Ia jugalah yang bertanggung jawab atas perawatan dan pendidikan anak-anaknya. seorang penyair Arab mengatakan, “Al-Ummu Madrasah al-Ula, Idza A’dadtaha A’dadta Sya’ban Khayr al-‘Irq” (Seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Jika engkau mempersiapkan ia dengan baik maka sama halnya dengan engkau mempersiapkan bangsa berakar kebaikan).
.
Lebih dari itu, betapa mulia  dan terhormatnya kedudukan seorang istri/ibu rumah tangga tergambar dalam hadis penuturan Anas ra. berikut:
Kaum wanita pernah datang menghadap Rasulullah saw. Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, kaum pria telah pergi dengan keutamaan dan jihad di jalan Allah. Adakah amal perbuatan untuk kami yang dapat menyamai amal para mujahidin di jalan Allah?”
.
Rasulullah saw. menjawab, “Siapa saja di antara kalian berdiam diri di rumahnya (melayani suaminnya, mendidik anak-anaknya dan mengurus rumahtangganya), sesungguhnya ia telah menyamai amal para mujahidin di jalan Allah.” (HR al-Bazzar).
.
Subhanallah! Karena itu, tak ada alasan bagi para suami, apalagi para aktivis dakwah, untuk tidak memuliakan dan menyayangi istrinya, setulus hati. Kalau mungkin, berterima kasihlah kepadanya, setiap hari!

 Wa ma tawfiqi illa billah wa ‘alayhi tawakkaltu wa ilayhi unib.

Senin, 11 Februari 2019

Pacaran is Choice?

Iya gk sih pacaran itu pilihan?
Banyak orang bilang pacaran itu sebuah pilihan. Iya bergantung pada siapa yang melakukan nya.. kalo tujuan mereka melakukan pacaran berkomitmen untuk kejenjang pernikahan, its ok

Salihah, untuk menentukan hukum suatu perkara bukan berdasarkan kebanyakan orang, apalagi perasangka hati menjadi tolak ukur sebuah  keputusan.

Allah sudah mengatur dengan begitu apiknya, interaksi perempuan dan laki-laki. Begitupun soal pacaran.
Pacaran itu bukan sebuah pilihan tetapi keharaman yang harus ditinggalkan.

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
(Al-isra 32)

Berkomitmen itu ya menikah, suami bertanggung jawab atas segala kebutuhan istri, baik jasmani atau pun rohani, lahir maupun batin. Juga memenuhi segala hak dan kewajiban antar keduanya.

Ketika pacaran tidak mungkin saling menjaga, apalagi hanya sekedar nya untuk bertemu karena setan tidak mungkin membiarkan itu.
Dan faktanya banyak wanita yang menjadi korban pacaran.

Jika keimanan kepada Allah masih melekat di hati kita, perintah dan larangan-nya tentu akan di tunaikan, karena itu bentuk sebenar"nya iman..

Yuk tinggalkan larangan pacaran, karena dia bukan sebuah pilihan tapi keharaman yang harus ditinggalkan

Jumat, 08 Februari 2019

Allah SWT "Menyadap" Kita

Oleh: Arief B. Iskandar

Sejatinya setiap Muslim menyadari bahwa dirinya sepanjang waktu, selama 24 jam, "disadap" oleh Allah SWT. "Penyadapan" oleh Allah SWT tentu jauh lebih canggih daripada yang dilakukan oleh intelijen manapun, karena Allah SWT mampu mendeteksi secara jelas dan detil setiap tingkah-polah manusia.

Setiap manusia selama 24 jam ada dalam pengawasan dan monitoring Allah SWT. Tak ada waktu satu kedipan mata pun manusia tanpa disadap oleh Allah SWT. Bukan hanya ucapan dan tindakan manusia yang Allah SWT sadap, bahkan seluruh degup jantung, getaran hati dan tarikan nafas manusia, semuanya Allah sadap. Tak ada sebesar noktah pun yang terlewat. Tentu saja karena Allah SWT adalah Zat Yang Mahatahu dan Mahaawas. Allah SWT berfirman (yang artinya):

(Luqman berkata), "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi berada di dalam batu, atau di langit, atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkan (balasan)-nya. Sesungguhnya Allah Mahaawas lagi Mahatahu.” (TQS Luqman [31]: 16).

Allah SWT pun berfirman (yang artinya):

Dia selalu bersama kalian di mana pun kalian berada (QS al-Hadid [57]: 4); Sesungguhnya tidak ada sesuatupun yang tersembunyi di mata Allah, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi  (TQS  Ali  Imran [3]:  6); 

Allah  mengetahui  mata  yang berkhianat [yang mencuri pandang terhadap apa saja yang diharamkan] dan apa saja yang tersembunyi di dalam dada (TQS Ghafir [40]: 19).

Sebagian ulama mengisyaratkan, ayat-ayat ini merupakan tadzkirah (peringatan) bahwa: Allah Mahatahu atas dosa-dosa kecil, apalagi dosa-dosa besar; Allah Mahatahu atas apa saja yang tersembunyi di dalam dada-dada manusia, apalagi yang tampak secara kasatmata.
Makna firman Allah SWT ini dengan redaksi yang sama ataupun mirip, diulang-ulang di banyak ayat-Nya, dalam kaitannya dengan berbagai hal yang dilakukan manusia. Allah SWT, misalnya, berfirman (yang artinya):

Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahaawas terhadap apa saja yang kalian kerjakan (TQS al-Maidah [5]: 8).

Dalam perkara lain, Allah SWT juga berfirman (yang artinya):

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangann mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mahaawas terhadap apa yang mereka perbuat.” (TQS an-Nur [24]: 30).

Penegasan secara berulang bahwa Allah adalah Mahaawas dan Mahatahu dinyatakan pula dalam: QS al-Baqarah [2]: 271; QS Ali Imran [3]: 153, 180; QS at-Taubah [9]: 16; Hud [11]: 111; al-Hajj [22]: 63; an-Nur [24]: 53; QS an-Naml [27]: 88; QS Luqman [31]: 16, 29, 34; QS asy-Syura [42]: 27; QS al-Hujurat [49]: 13; QS al-Hadid [57]: 10; QS al-Mujadilah [58]: 3, 11, 13; QS al-Hasyr [59]: 18; QS al-Munafiqun [63]: 11; dan QS at-Taghabun [64]: 8.

Pengulangan ini tentu memberikan penegasan agar manusia selalu sadar bahwa setiap gerak-gerik dan ucapan, bahkan setiap kedipan mata maupun tarikan nafas mereka, selalu dalam pengawasan dan monitoring Allah SWT.  Bahkan Allah SWT Mahatahu atas segala isi hati manusia (Lihat: QS Ali Imran [3]: 119).

Karena itulah, sejatinya manusia—apalagi seorang Muslim—lebih takut "disadap" oleh Allah Yang Mahaawas dan Mahatahu ketimbang disadap oleh sesama manusia. Pasalnya, penyadapan oleh manusia hanya akan berefek di dunia. Adapun "penyadapan" oleh Allah SWT pastilah akan berefek di akhirat.

Dengan demikian penting bagi setiap Muslim untuk menanamkan rasa takut kepada Allah SWT di mana saja, kapan saja dan dalam kondisi apa saja. Sebab, setiap amal-perbuatan kita, sekecil apapun, dilihat dan tentu akan dibalas oleh Allah SWT.

Lebih dari itu, perkara penting yang disebutkan oleh Baginda Nabi Muhammad saw. setelah Iman dan Islam adalah Ihsan. Dalam penjelasan beliau, Ihsan adalah: "An tabudalLah ka-annaka tarahu. Fa-in lam takun tarahu fa-innahu yaraka  (Kamu beribadah [mengabdi] kepada Allah seakan-akan kamu melihat Dia. Jika kamu tidak bisa melihat Dia maka [yakinlah] bahwa Dia melihat kamu)." (HR Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibn Majah dan Ahmad).

Alhasil, selayaknya setiap Muslim selalu menanamkan dan memelihara sifat muraqabah (merasa selalu diawasi oleh Allah SWT) dalam dirinya. Hanya dengan itulah ia akan dapat menjadi orang yang bertakwa kepada Allah SWT.

Wama tawfiqi illa bilLah. []

Mutiara Hikmah

Allah SWT Mengetahui Segala Isi Hati

Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka tampakkan. Sesungguhnya Allah Mahatahu atas segala isi hati (TQS Hud [11]: 5).

Allah SWT Selalu Mengawasi

Iman seseorang yang paling utama adalah dia menyadari bahwa Allah senantiasa ada bersama dirinya di manapun dia berada (HR al-Baihaqi, Syu'ab al-Iman, I/470).

Temenan Itu....

Temenan itu bukan hanya main bareng, tapi juga ngaji bareng.Teman yang paling baik adalah apabila kamu melihat wajahnya, kamu teringat akan Allah, mendengar kata-katanya menambahkan ilmu agama, melihat gerak-geriknya teringat mati.

Sebaik-baik sahabat di sisi Allah ialah orang yang terbaik terhadap temannya dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah ialah orang yang terbaik terhadap tetangganya..

Teman sejati pastinya akan mengajakmu untuk berbuat taat, bukan maksiat. Saling menasihati untuk kebaikan dunia akhirat. Karena teman sejati, nggak pengen temannya celaka atau masuk neraka. Sama seperti dirinya.

Jadi, jangan segan untuk saling mengingatkan danmenyampaikan kebenaran Islam kepada teman-teman. “Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)

Imam Syafi'i berkata : "Jika engkau punya teman yang selalu membantumu dalam rangka ketaatan kepada Allah maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskannya. Karna mencari teman baik itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah.” @bkimdiploma

Jangan Jadikan Gadget Lebih Menarik Dari Ibu

Oleh : Ustadzah Yanti Tanjung

Seorang ibu baru saja pulang dari sebuah sekolah tempat dia mengajar, belum sampai pintu seorang anak laki-laki usia 4 tahun itu keluar dari rumah langsung merengek ke ibunya sambil cari-cari sesuatu. Ketika ditanya, ”Adek kenapa?“ Sang anak langsung menagih janji ibunya karena ibunya tadi pagi mengatakan boleh pinjam HP kalau adik tidak rewel saat ibu berangkat bekerja. Sang ibu mati gaya saat itu antara menepati janji dengan memberikan HP yang notabene ibu paham jika anak kecanduan HP hanya merusak proses pendidikan anak. Tak berdaya dihadapan rengekan dan rewelan anak, akhirnya HP itupun diberikan dengan berat hati.

Beda lagi dengan ibu di atas, ibu ini selalu mendiamkan anaknya dengan gadget agar tidak lompat sana lompat sini, keluar bermain dengan tetangga tanpa batas waktu, selalu mengganggu adik, mengacak-acak seisi rumah, bongkar pasang mainan, rumah tak kunjung damai dan rapih. Di era millenial ini gadget adalah pelipur di tengah keruwetan ibu dalam mengurusi anak-anak dan rumah tangga. Awalnya tidak mengapa gadget menjadi pengasuh sesaat biar anak-anak bisa berparas manis hingga beberapa urusan ibu terselesaikan. Namun tanpa sadar seiring dengan bertambahya usia karena anak usia dini itu terstimulasi baik dengan gadget maka sudah sangat sulit dilepaskan dengan gadget dan setiap matanya melihat gadget anak selalu meminta untuk menggunakanya dan melihat apa saja yang dia suka di aplikasi gadget tersebut. Awalnya dibatasi tontonan dan waktunya lama-lama snag ibu menyerah pasrah.

Bisa jadi fragmen di atas kita yang mengalaminya dan bisa jadi hingga hari ini gadget itu belum kunjung usai menjadi persoalan bagi kita dalam proses mendidik anak-anak. Lantas apa yang harus kita lakukan?
Kenapa anak fokus pada satu hal misalnya pada gadget tapi tidak fokus pada pembelajaran yang kita tawarkan? Karena gadget lebih menarik dan jauh lebih menarik. Jika kita minta anak memilih Alquran dengan gsdget pastilah yang dia pilih adalah gadget, tergantung stimulus tentunya. Maka jangan saingkan gadget dengan kita ibunya karena akan kalah bersaing apalagi jika sang ibu kalah menarik. Agar perhatian anak tertuju pada ibu maka jadilah ibu yang menarik walau akan dikuntit kemanapun ibu pergi. Jika fakta yang ibu hadirkan dalam pembelajaran menarik maka anak akan menaruh perhatian terhadap fakta tersebut dan akan fokus. Maka ibu butuh menghadirkan fakta dengan berbagai ragam yang bisa menarik indera anak dan seluruh indera anak dapat bekerjasama. Tentu ini diminta kreatifitas ibu dalam strategi menghadirkan fakta sehingga susana menarik itu membuat anak senang dan bahagia.

Sejatinya gadget adalah sarana, benda yang bisa digunakan dan bisa juga tidak tergantung apakah gadget itu menunjang terealisasinya konsep pembelajaran kita dan metode pembelajaran kita ataukah tidak.  Jika memang bisa silahkan dipakai, misal kita memiliki program tahfidz dan anak mendengarkan 15 kali sehari dan kita hanya punya sarana Hp maka hp tersebut bisa kita gunakan. Namun jika Hp itu akan menghancurkan seluruh proses pembelajaran gadget tidak perlu dipakai, silahkan mencari sarana lain yang lebih menarik dan sampainya tujuan pembelajaran.

Kembali kepada tujuan pendidikan kita, yaitu pembentukan kepribadian Islam. Ini juga menjadi pertimbangan, apakah gadget adalah sarana untuk sampai kesana atau malah sebaliknya. Ibu perlu ketegasan dalam perkara ini agar pembentukan kepribadian Islam itu mudah diwujudkan.

Gadget sebenarnya bukan kebutuhan anak tapi hanya ketertarikan anak, maka tanpa gadgetpun anak tidak akan ada masalah. Jika ibu kesulitan berhadapan dengan gadget maka jangan dekatkan gadget itu pada anak, selama bersama anak, ayah dan bunda usahakan tanpa Hp. Hp bisa kita buka saat anak-anak sudah tidur misalkan atau sedang tidak bersama kita. Hanya butuh hingga usia 7 tahun ayah bunda bertahan anak-anak tanpa gadget, ketika usia 7 tahun dan anak sudahmemiliki kesadaran rasional dan ana kpaham ketika dijelaskan maka anak akan bisa menahan diri dari gadget. Saat usia 7 tahun itu paling juga anak-anak pinjam untuk melihat aktifitas-aktifitas dan pengumuman-pengumuman di sekolahnya di group WA, setelah itu dia akan fokus pada yang lainnya, insya Allah.

Wallahu a'lam bishshowab[]

Kamis, 07 Februari 2019

Keunggulan Wanita Tak Pernah Pacaran


KEUNGGULAN WANITA TAK PERNAH PACARAN

1.Masih steril  Wanita yg tidak pernah pacaran mendapat keuntungan karena,dia tidak pernah tersentuh oleh tangan2 lelaki manapun yg tak brtnggung jwb.
.
2.Membuat penasaran  karena tak pernah pacaran wanita ini bnyk membuat lelaki pada penasaran.betapa tidak,para lelaki tentu ingin menjadi lelaki pertama yang mendapatkannya dan merasakan cinta wanita ini.
.
3.Kuat dan smart  wanita ini d bilang kuat dan smart kenapa? karena ia tak pernah ambil open ocehan orang yg bilang"hari gini gk punya cowok? aduh malu bngettss".Dia kuat dngan semua itu bhkn dia semaki tegar,selain itu ia juga smart,kenapa?Karena ia tak mau asal di goda oleh lelaki kepintarannya berpenampilan yg mampu membius kaum  adam.
.
ITULAH KEUNGGULAN WANITA TAK PERNAH PACARAN
bukankah lebih baik TTM !Taaruf Terus Menikah!
apakah anda termasuk tak pernah pacaran???

Sumber tidak diketahui.

Rabu, 06 Februari 2019

Ulama Sejati

Oleh: Arief B. Iskandar

Ulama adalah pewaris para nabi (al-‘Ulama warasah al-anbiya’). Demikian sabda Nabi saw. Tentu bukan sekadar mewarisi ilmu para nabi, tetapi juga mewarisi keteladanan mereka dalam seluruh ucapan dan tindakan mereka. Keteladanan para nabi yang paling menonjol tentu saja adalah sepak-terjang mereka—baik dalam hal keberanian, keteguhan, ketegaran, kesabaran, maupun keistiqmahan mereka—dalam menyampaikan risalah Islam atau dalam berdakwah.

Para ulama, sebagaimana halnya para nabi, sejatinya tidak pernah takut terhadap risiko apapun yang datangnya dari manusia dalam berdakwah menyampaikan kebenaran. Mereka hanya takut kepada Allah  SWT. Inilah justru karakteristik ulama yang paling menonjol (Lihat: QS Fathir [35]: 28).

Tentu, ini pula yang sangat dipahami oleh salah seorang ulama salaf terkemuka, Syaikh al-Islam ibn Taimiyah. Beliau adalah ulama mumpuni sekaligus dikenal karena keberanian dan keteguhannya dalam menyampaikan kebenaran, membela agama, menghidupkan Sunnah Rasul saw., dan menyerang bid’ah; meskipun untuk itu ia harus dikucilkan dan dipenjara oleh penguasa.

Ibn Taimiyah yang lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak antara sungai Dajalah (Tigris) dan Eufrat, pada tahun 661 H, sejak kecil sudah kelihatan kecerdasannya. Selain cerdas, sejak dini beliau menginfakkan seluruh waktunya untuk belajar secara sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya mencari ilmu kepada para ulama terkemuka saat itu. Wajar jika belum genap umur tujuh belas tahun beliau sudah siap mengajar dan berfatwa. Kemudian beliau menjadi tokoh fukaha dan bahkan mendapatkan gelar Syaikh al-lslam. Sebab, penguasaan Ibnu Taimiyah dalam berbagai disiplin ilmu—seperti bahasa Arab, ushuluddin, ulumul Quran, ulumul hadits, tafsir, fikih, ushul fikih, dll—sangat sempurna hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Lebih dari 300 judul buku bermutu dari berbagai disiplin ilmu lahir dari tangannya (Lihat: Siyar A’lam an-Nubala’ hlm. 290. Lihat juga: Ma’rifah al-Qura al-Kibar, 260).

“Pada zamannya, beliau adalah satu-satunya yang terbaik dalam hal ilmu, kezuhudan, keberanian. kemurahan, amar makruf nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun,” demikian komentar Imam adz-Dzahabi (w. 748 H) tentang Ibn Taimiyah (M. Mahdi al-Istanbuli. Ibn Taimiyah, Bathal al-Islah ad-Dini. 1977, cet. II. Damaskus: Maktabah Dar al-Ma’rifah).

Sejarah telah mencatat, Ibnu Taimiyah juga adalah seorang da’i yang tabah, teguh, wara’, zuhud dan ahli ibadah. Sikap demikian tampak, misalnya, ketika beliau berhadapan dengan Qazhan, Raja Tatar, yang kemudian masuk Islam, dan dipanggil Mahmud.

Syaikh Umar Ibn Abi Bakar al-Balisi, salah seorang anggota utusan penguasa Tatar, menuturkan bahwa dalam majelis Qazhan suatu ketika pernah dihidangkan makanan. Mereka lalu memakan makanan itu, kecuali Ibn Taimiyah. Dia kemudian ditanya, “Anda tidak makan? Ibn Taimiyah menjawab, “Bagaimana mungkin saya memakan makanan kalian, sementara semuanya berasal dari harta kaum Muslim yang kalian rampas, dan kalian pun memasak makanan dengan kayu-kayu bakar yang berasal dari pohon-pohon mereka yang kalian tebang?!”

Diriwayatkan pula, Qazhan pernah meminta Ibn Taimiyah untuk mendoakan dirinya. Lalu Ibn Taimiyah pun berdoa, “Ya Allah, jika hamba-Mu ini, Mahmud, berperang semata-mata demi meninggikan kalimat (agama)-Mu dan agar (kemenangan) agama ini hanya milik Allah maka tolonglah dia, kuatkanlah dia, dan jadikanlah dia penguasa negeri ini dan rakyatnya. Akan tetapi. jika dia berperang karena riya dan sum’ah, demi meraih dunia, atau untuk merendahkan Islam dan kaum Muslim maka hancurkanlah dia. guncangkanlah dia, dan musnahkanlah dia.”

Setelah itu, Qadhi Qudhat Najmuddin bin Shishri dan yang lainnya berkata kepada Ibn Taimiyah, “(Dengan doa itu), hampir saja engkau mencelakakan kami dan dirimu. Demi Allah, sejak sekarang, kami tidak ingin menyertaimu lagi.”

Ibn Taimiyah balik menjawab, “Demi Allah, saya pun tidak ingin menyertai kalian lagi.” (Al-Bidayah wa an-Nihayah, XIV/89).

Pada masa Sultan al-Malik an-Nashir, pernah akan diberlakukan kebijakan agar para ahli dzimmah (kafir dzimmi) wajib membayar jizyah kepada negara sebanyak 600.000 dinar (sekitar Rp 12 miliar)  setiap tahun sebagai tambahan atas jizyah yang berlaku saat itu. Ibn Taimiyah lalu menentang keras kebijakan itu hingga akhirnya kebijakan itu gagal dilaksanakan (As-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa, hlm. 578).

Lebih dari itu, Ibn Taimiyah adalah juga seorang ulama mujahid pemberani yang ahli berkuda, yang tidak pernah takut mati. Beliau adalah pembela setiap jengkal tanah umat Islam dari kezaliman musuh dengan pedangnya. Imam Muhammad bin al-Hadi menuturkan bagaimana keberanian Ibn Taimiyah bertempur dalam Perang Syaqhab yang terkenal.

Ibn Taimiyah beberapa kali dipenjara, disiksa, bahkan diusir oleh penguasa. Semua itu adalah ‘buah’ dari ketegaran, keberanian, dan kelantangan beliau dalam mengajak pada al-haqq, yang akhirnya justru membakar kedengkian serta kebencian sebagian penguasa, ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada beliau. Akan tetapi, semua itu beliau hadapi dengan tabah dan tenang. Dalam syairnya yang terkenal beliau bahkan bertutur:

"Keterpenjaraanku adalah khalwat Kematianku adalah kesyahidan
Keterusiranku adalah tamasya."

Beliau juga pernah berkata dalam penjara, “Orang yang dipenjara ialah yang terpenjara hatinya dari Tuhannya. Orang yang tertahan ialah yang ditahan oleh hawa nafsunya.”

Karena itu, meski di penjara, pikiran beliau tetap jernih; beliau tetap berdakwah dan bahkan semakin produktif menulis buku dari berbagai disiplin ilmu. Di dalam penjara, banyak penghuninya yang menjadi murid beliau. Mereka diajari agar senantiasa berpegang teguh pada syariah Allah SWT; selalu beristigfar, bertasbih dan berdoa kepada-Nya; serta senantiasa melakukan amalan-amalan salih. Berkat kewibawaan beliau, suasana penjara menjadi ramai dengan aktivitas ibadah kepada Allah SWT. Yang menakjubkan, banyak penghuni penjara yang sudah mendapat hak bebas ingin tetap tinggal di penjara bersama beliau untuk menjadi muridnya.

Beliau akhirnya wafat 20 Dzulhijjah 728 H di dalam penjara setelah tinggal selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari.

Ya Allah, bangkitkanlah kembali di tengah-tengah kami, ulama-ulama pewaris nabi, seperti Ibn Taimiyah, ulama sejati. Amin. []

PERBEDAAN KERUDUNG DENGAN JILBAB

Tanya :

Ustadz, mohon jelaskan perbedaan antara kerudung dengan jilbab?

Jawab :

Pada saat ini masyarakat umum di Indonesia mengartikan jilbab sebagai kerudung. Penggunaan istilah jilbab untuk menunjukkan makna kerudung seperti ini tidak tepat. Karena sebenarnya terdapat perbedaan antara kerudung dengan jilbab.

Kerudung dalam Al Qur`an disebut dengan istilah “khumur” (plural darikhimaar) bukan dengan istilah ”jilbab”. Kata “khumur” terdapat dalam firman Allah SWT (artinya),”Dan hendaklah mereka (para wanita) menutupkan kain kerudung ke dada mereka.” (Arab : walyadhribna bi-khumurihinna ‘ala juyuubihinna).” (QS An Nuur [24] : 31). Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud “khimaar” adalah apa-apa yang digunakan untuk menutupi kepala (maa yughaththa bihi ar ras`su) (Tafsir Ibnu Katsir, 4/227). Dengan kata lain, tafsir dari kata “khimaar” tersebut jika dialihkan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah kerudung. Inilah yang saat ini secara salah kaprah disebut “jilbab” oleh masyarakat umum Indonesia.

Adapun istilah “jilbab” dalam Al Qur`an, terdapat dalam bentuk pluralnya, yaitu “jalaabiib”. Ayat Al Qur`an yang menyebut kata “jalaabiib” adalah firman Allah SWT (artinya),”Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin,’Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (Arab : yudniina ‘alaihinna min jalaabibihinna). (QS Al Ahzab [33] : 59). Menafsirkan ayat ini, Imam Al Qurthubi berkata,”Kata jalaabiib adalah bentuk jamak dari jilbab, yaitu baju yang lebih besar ukurannya daripada kerudung (akbar min al khimar). Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa jilbab artinya adalah ar ridaa` (pakaian sejenis jubah/gamis). Ada yang berpendapat jilbab adalah al qinaa’ (kudung kepala wanita atau cadar). Pendapat yang sahih, jilbab itu adalah baju yang menutupi seluruh tubuh (al tsaub alladzy yasturu jamii’ al badan).” (Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, 14/107).

Dari keterangan Imam Al Qurthubi di atas, jelaslah bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai arti “jilbab”. Memang terdapat satu qaul (pendapat) yang mengatakan “jilbab” artinya adalah “al qinaa’ ” yang dapat diindonesiakan sebagai “kudung kepala wanita” atau juga dapat diartikan sebagai “cadar” (sesuatu yang menutupi wajah, maa yasturu bihi al wajhu). (A.W. Munawwir, Kamus Al Munawwir, hlm. 1163; Mu’jam Lughah Al Fuqaha`, hlm. 283). Mungkin qaul inilah yang masyhur di Indonesia, sehingga kemudian jilbab lebih populer dimaknai sebagai kerudung.

Namun qaul tersebut dianggap lemah oleh Imam Al Qurthubi, sehingga beliau menguatkan pendapat bahwa jilbab itu bukanlah kerudung atau cadar, melainkan baju yang menutupi seluruh tubuh (al tsaub alladzy yasturu jamii’ al badan).” (Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, 14/107).

Pendapat yang dinilai rajih (kuat) oleh Imam Qurthubi inilah yang sebenarnya lebih masyhur dalam kitab-kitab tafsir ataupun kamus. Dalam kitab kamus Al Mu’jamul Wasith, misalnya, disebutkan jilbab adalah baju yang menutupi seluruh tubuh (al tsaub al musytamil ‘ala al jasadi kullihi). Jilbab juga diartikan apa-apa yang dipakai wanita di atas baju-bajunya seperti milhafah (mantel/baju kurung) (maa yulbasu fauqa tsiyaabiha ka al milhafah).  (Al Mu’jamul Wasith, hlm. 126). Senada dengan itu, menurut Syekh Rwwas Qal’ah Jie, jilbab adalah suatu baju yang longgar yang dipakai wanita di atas baju-bajunya (baju kerja/rumah) (tsaub wasi’ talbasuhu al mar`ah fauqa tsiyaabiha) (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqaha`, hlm. 126). Demikian juga menurut Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya At Tafsir Al Munir fi Al ‘Aqidah wa Al Syari’ah wa Al Manhaj, beliau memberikan makna serupa untuk kata jilbab. Jilbab menurut Syekh Wahbah Zuhaili adalah baju panjang (al mula`ah) yang dipakai perempuan seperti gamis, atau baju yang menutup seluruh tubuh. (Wahbah Zuhaili, At Tafsir Al Munir, 22/114).

Kesimpulannya, kerudung itu berbeda dengan jilbab. Jilbab artinya bukan penutup kepala, melainkan baju terusan yang longgar yang dipakai di atas baju rumah. Wallahu a’lam.[]

Ustadz Siddiq Al-Jawi
Sumber: Mediaumat.com

—-
Sumber: Muslimah Banten Ideologis
Facebook: http://bit.ly/MuslimahBantenOfficial

Selasa, 05 Februari 2019

Andakah Akhwat PHP?

By Iwan Januar

“Mana nih, ikhwan yang mau selamatkan saya? Kok pada nggak berani datang melamar?”

“Iya, ikhwan kita pada kurang berani. Mau nikah kebanyakan mikir. Padahal kan rizki dijamin Allah.”

Ayyuhal ikhwatil kiram, cukup banyak akhwat yang berkeluh kesah karena tak kunjung datang ikhwan yang datang melamar mereka. Mereka mengeluhkan sikap ‘ukhuwah’, ‘perjuangan’ dan ‘keberanian’ para ikhwan di atas roda dakwah. Bukankah dengan menikah berarti menjaga rapat barisan dakwah dan mengokohkan perjuangan?

Wajar bila akhwat yang lajang ini punya kesebalan pada para ikhwan. Meski itu tak tampak tapi dalam hatinya memendam kegelisahan plus kekesalan. Mengapa demikian? Karena kehidupan mental dan biologis perempuan memang berbeda dengan lelaki. Wanita diciptakan dengan kekuatan perasaan yang lebih kuat ketimbang pria. Selain mendambakan segera ke pelaminan, mereka juga harus bersaing dengan akhwat lain yang baik yang sama-sama lajang ataupun yang menjanda.

Sedangkan dunia biologis mereka pun memiliki durasi yang lebih singkat. Wanita pada umumnya khawatir usia akan memudarkan penampilan mereka, sedangkan lelaki pada umumnya menyenangi wanita yang lebih fresh dan tentunya lebih muda. Selain itu, usia reproduksi mereka juga dibatasi oleh menopause. Itulah sunnatullah wanita yang tidak ada pada pria. Wajar bila seiring waktu mereka menjadi kian gelisah.

Tapi, bila belum kunjung beranjak ke pelaminan, mohon jangan hanya salahkan ikhwan. Pertolongan Allah kadang tak kunjung datang bisa karena kecenderungan hati yang salah dan langkah yang mudah goyah. Entah disadari atau tidak, Anda, ukhti fillah, sebenarnya yang menyebabkan langkah menuju pelaminan menjadi tak mudah, terjal, bahkan tak kunjung terlihat.

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”(TQS. asy-Syura: 40).

Dari sekian obrolan ikhwan yang kecewa karena gagal menikah, saya bisa menyimpulkan ada sebagian kegagalan itu justru disebabkan karena sikap sang akhwat. Di antara satu hal yang yang saya tangkap benang merahnya, ada sebagian akhwat yang menjadi pribadi PHP (Pemberi Harapan Palsu).

Bagaimana itu pribadi akhwat yang PHP? Begini, ada akhwat yang membuka lebar pintu bagi ikhwan untuk segera melamar mereka. Kaum akhwat ini juga begitu mengidamkan pernikahan dengan lelaki yang baik (soleh, maksudnya), walimah yang khusyu’, dan solid di jalan dakwah. Namun tatkala seorang pria menapakkan kaki ke rumahnya menuju proses pernikahan, ia sendiri yang justru mematahkannya.

Ada dua hal yang membuat seorang akhwat masuk kategori pelaku PHP.

Pertama, akhwat yang tidak jujur dalam kriteria calon suami. Ketika declare untuk menikah ia hanya mengatakan ingin mencari suami yang soleh, sayang keluarga, rajin berdakwah. Namun ketika datang ikhwan bermaksud melamarnya dengan kriteria seperti di atas, ia segera mencari-cari kekurangan lelaki tadi untuk menolaknya. Apakah soal status pendidikan, penghasilan, latar belakang keluarga, hingga penampilan, dsb. Akhwat seperti ini mendadak jadi selektif dan tak segan-segan menolak ikhwan yang tidak masuk dalam kriteria yang ia buat sendiri.

Bagi kaum lelaki, akhwat seperti ini masuk kategori PHP. Perempuan macam ini tidak jujur dalam soal kriteria suami. Bisa jadi karena ia takut dibilang matre kalau mensyaratkan calon suaminya harus mapan. Atau takut dibilang berlebihan kalau mensyaratkan calon suaminya harus berpendidikan tinggi dan dari kampus bonafid, atau takut dibilang kecentilan kalau membuat syarat suaminya harus rupawan. Tapi apapun alasannya, ketika kemudian ia berbuat seperti itu maka ia sudah mem-PHP-kan ikhwan yang datang kepadanya.

Kedua, akhwat yang membiarkan ikhwan berjuang sendiri. Tidak jarang jalan terjal itu menghadang menuju pelaminan. Kerikil tajam itu bisa datang dari pihak keluarga akhwat yang mempersoalkan status sang ikhwan. Bisa karena pendidikannya, penghasilannya, sampai latar belakang harokahnya. Ada juga yang mempermasalahkan tatacara walimah yang akan diadakan oleh mereka berdua.

Dalam keadaan seperti ini ada akhwat yang justru membiarkan sang ‘mujahid’ berjuang sendirian. Ia seperti pasrah melihat lelaki itu melobi kedua orang tuanya, pontang-panting mendatangi keluarganya, dsb. Sang akhwat hanya meminta dan meminta sang ikhwan agar pantang menyerah, sedangkan ia sendiri pasrah saja dengan keadaan. Jadi nikah syukur, nggak pun nggak apa-apa.

Akhwat fillah, jalan menuju pernikahan harus dilalui bersama. Kelak setelah pernikahan terjadi, suami dan istri pun harus solid dan selalu bersemangat bersama menjaga keutuhan rumah tangga. Mana bisa hanya suami seorang yang bekerja keras merawat pernikahan sementara sang istri hanya duduk pasrah dan berdoa?

Sadarilah, dalam rencana pernikahan ada bagian yang ukhti juga harus ikut memperjuangkannya. Bila memang ukhti yakin bahwa ikhwan yang datang mengkhitbah adalah lelaki baik-baik, sesuai dengan kriteria ukhti, maka berjuanglah bersama. Ajak orang tua bicara baik-baik dengan akal sehat. Sampaikan visi dan misi pernikahan yang ukhti inginkan di hadapan orang tua. Kalau perlu tegas dalam menolak atau membantah pemikiran yang keliru bahkan batil dari keluarga, tentu dengan bahasa yang santun. Misalnya saat orang tua menginginkan pernikahan yang megah dengan biaya yang berlebihan, maka sampaikan dengan lembut tapi penuh ketegasan bahwa ukhti menginginkan pernikahan yang sederhana namun berkesan.

Tapi bila Anda, ukhti fillah, pasrah saja – atau kurang usaha – memperjuangkan pernikahan, maka sebenarnya Anda masuk kategori Akhwat PHP. Pemberi Harapan Palsu pada para ikhwan.

Jadi, jangan salahkan keadaan, atau salahkan para ikhwan yang tak kunjung datang melamar, lalu Anda berkeluh kesah dan gelisah. Padahal mungkin sudah ada yang melamar tapi Anda malah mem-PHP-kan mereka. Saya khawatir ini adalah semacam ‘surat peringatan’ dari Allah sebagaimana yang diingatkan Nabi SAW.:

« إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ »

“Jika datang kepadamu lelaki yang kaum ridloi agamanya dan akhlaknya, maka nikahkanlah karena bila tidak akan datang fitnah di muka dan kerusakan yang besar.”(HR. Muslim)

Walimah, Kenapa Takut Infishal?



 Oleh Merli Ummu Khila

#MuslimahBantenOfficial -- Walimah atau pesta pernikahan atau biasa disebut hajatan, pada masyarakat saat ini sudah menjadi budaya atau adat dalam penerimaan tamu undangan yang bersifat campur baur. Sehingga satu tenda bisa menampung semua tamu tanpa memisahkan tamu perempuan dan laki-laki.

Kebiasaan ini yang sulit untuk dihilangkan pada masyarakat. Padahal dalam islam sudah diatur bagaimana interaksi dengan yang bukan mahram dalam kehidupan umum. Adapun aturan islam, istilah ikhtilat atau bercampur baur adalah sesuatu yang diharamkan,

Pemisahan (infishal) tamu pria dan wanita dalam walimah wajib hukumnya menurut syariah Islam. Dengan kata lain, dalam walimah haram hukumnya apabila terjadi ikhtilat (campur baur antara tamu pria wanita), karena adanya pertemuan (ijtima’) dan interaksi antara pria dan wanita di satu tempat. (Sa’id Al Qahthani, Al Ikhtilath Baina Ar Rijal wa An Nisaa`, hlm. 7)

Hukum umum tentang wajibnya pemisahan pria dan wanita didasarkan pada sejumlah dalil syariah, di antaranya :

 (1) Rasulullah SAW telah memisahkan jamaah pria dan jamaah wanita di masjid ketika shalat jamaah, yaitu shaf-shaf pria berada di depan, sedangkan shaf-shaf wanita berada di belakang shaf-shaf pria. (HR Bukhari no 373, dari Anas bin Malik);

(2) Rasulullah SAW memerintahkan para wanita untuk keluar masjid lebih dulu setelah selesai shalat di masjid, baru kemudian para laki-laki. (HR Bukhari no 828, dari Ummu Salamah);

(3) Rasulullah SAW telah memberikan jadwal kajian Islam yang berbeda antara jamaah pria dengan jamaah wanita (dilaksanakan pada hari yang berbeda). (HR Bukhari no 101, dari Abu Said Al Khudri). (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al Ijtima’i fi Al Islam)

Akan tetapi, ketika hal tersebut dipahamkan kepada masyarakat, kebanyakan mereka menolak dengan alasan sepele misal : "nggak mau tampil beda, takut jadi omongan orang" Ataupun "ribet, nanti tamu nya nggak mau diatur-atur apalagi yang pasutri.". Dan segudang alasan dan ketakutan lainnya  yang mereka buat-buat, bahkan bersifat berlebihan.

Padahal infishal bukanlah pilihan, tetapi suatu keharusan karena ada konsekuensi yang akan menimpa bagi tuan rumah yang memfasilitasi sesuatu yang tidak di benarkan dalam syariah yaitu bercampur baur. Konsekuensi tersebut ialah dosa.

Apabila  kita melihat dari segi manfaat, infishal bahkan jauh lebih nyaman bagi tamu yang datang.

Adapun keuntungan dari infishal :

1. Lebih nyaman
2.Terhindar dari pandangan yang bukan mahram, karena kebanyakan masyarakat sekarang khusus nya muslimah,  ketika menghadiri undangan sering tabaruj atau bersolek berlebihan.
3. Terhindar dari berdesakan antrian dan bersebelahan dengan lawan jenis yang bukan mahram pada situasi tertentu.
4. Bagi undangan yang masih sendiri atau jomblo tidak harus bingung mencari pasangan untuk diajak menghadiri undangan.

Maka, alasan apalagi yang masyarakat buat semata-mata menolak infishal atau pemisahan tamu dalam pesta pernikahan?

 —-
[Like and share, semoga menjadi amal sholih]
—-
Saudari minat bergabung dalam kajian dan perjuangan untuk melanjutkan kehidupan Islam, khusus wilayah Tangerang dan Banten
⬇⬇⬇
Facebook: http://bit.ly/MuslimahBantenOfficial
Twitter: twitter.com/BantenMuslimah?s=08
Instagram: instagram.com/muslimahbanten_official
Telegram: https://t.me/MuslimahBantenIdeologis

Teknis Pemisahan Tamu (Hijab) Dalam Gedung



Secara umum, jika ada gedung yang memiliki dua pintu masuk akan lebih baik. Tapi jika tidak ada, maka teknisnya bisa menggunakan hijab (pembatas) tamu yang khusus dipakai untuk memisahkan tamu pria-wanita.

1. Dari depan pintu masuk: Di depan pintu masuk sudah disediakan semacam papan/baner yang menunjukkan mana pintu masuk untuk tamu pria, dan mana pintu masuk wanita.



2. Penerima tamu: Tamu laki-laki baik dari pihak keluarga maupun non keluarga hanya diterima oleh penerima tamu laki-laki, pun sebaliknya.





3. Bagian dalam ruangan: Mulai dari pintu masuk sudah terpasang hijab panjang dan tinggi. Tinggi hijab minimal 2 meter, atau diatas rata-rata tinggi orang Indonesia.



4. Hijab di pelaminan: Hijab yang memisahkan tamu pria-wanita harus sampai ke pelaminan, hanya hijab yang di bagian pelaminan (panggung) jika bisa dibongkar pasang, karena untuk kebutuhan foto keluarga.


5. Teknis foto di pelaminan: Secara umum, karena sudah dipisahkan dengan hijab, tentu yang berfoto hanyalah wanita dengan wanita, laki-laki dengan laki-laki. Adapun pihak keluarga, diberikan waktu/sesi khusus untuk foto dengan tetap mengindahkan larangan ikhtilat.



-------

Keterangan foto
Event organizer: @DwalimahJakarta
Wadrobe & rias: @Dwalimah.BridalSyari
Fotografer : @DwalimahProduction
Venue: Gedung Pandan Sari, Cibubur
29 Juni 2018

Senin, 04 Februari 2019

Part 4 Malam Gelap, Dikira Tuhan Terlelap

Oleh Hanif Kristianto

  Semenjak kepulanganku ke kampung halaman, ibu benar-benar senang. Di masa usia menjelang pensiun, aku datang bersama istri, dan anakku. Lengkap sudah kebahagiaan ibu memiliki cucu yang dirindukan selama ini. Orang tua mana yang tidak mengharapkan kehadiran cucu setelah anaknya menikah?

  Pernikahan tidak sekadar bicara laki-laki dan perempuan. Lebih dari itu membawa gerbong keluarga kedua mempelai. Pun demikian, menikah tak sekadar memenuhi hasrat naluri seksual. Lebih dari itu menikah merupakan impian bagi setiap insan untuk melanjutkan keturunan. Bekal dan harapan mendapat keturunan sholih dan sholihah.

  Sebagai seorang laki-laki, aku merasakan betul kondisi kawan-kawan yang masih membujang. Baik jomblowan maupun jomblowati. Ibaratkan berjalan, kawan-kawan belum punya pegangan. Kalaupun capek belum memiliki sandaran.

“Loh bun, mbak itu belum menikah ya?”usilku bertanya sambil santai menerawang masa lalu.

“Belum bi. Barangkali belum ketemu jodoh yang tepat aja. Kadang mbak-mbak nggak begitu mikir untuk urusan menikah.”jawabnya panjang lebar.

“Oh gitu ya!”

“Beda dengan kaum abi. Masih muda aja sudah kebelet nikah. Kalo ada akhwat lewat aja bapernya masya Allah,”guraunya.

“Hahahaha.... Betul juga sih.”

Tiba-tiba si Hanifah datang menghampiri. Kami yang berbincang terkaget.

“Cie-cie, abi sama ummi pacaran ya?”

“Loh, kakak dapat kata pacaran dari mana?”tanyaku agak kaget.

“Lah, kan abi sudah menikah. Kalau duduk berduaan berarti pacaran?”jawabnya enteng.

  Si bunda tersadar. Jika teman-teman Hanifah kerap bilang pacar-pacaran. Usianya masih TK. Terkadang kami memang tidak mengawasi pergaulan Hanifah ketika main ke rumah tetangga. Sebabnya, tetangga sering menonton sinetron percintaan khas anak muda. Judulnya pun aneh-aneh. Belum lagi, kebiasaan anak-anak zaman now suka membuka You Tube. Meski yang ditonton anak-anak, terkadang menyajikan konten dewasa.

“Waduh bi, gimana nasib si Hanifah? Kecil-kecil omongannya pacaran dan nikah.”

“Lah, mau gimana lagi. Masyarakat kita aja belum menjadikan Islam sebagai standar. Terkadang yang penting anak diam dan senang, apa saja diberikan.”

“Ke depan kita coba belajar parenting bersama bi. Meski sudah beberapa tahun kita menikah tetap saja butuh belajar. Sebab kita manusia pembelajar. Bukankah belajar dan menuntut ilmu diperintahkan Allah dan kewajiban bagi tiap insan?”terang si Bunda yang saat ini sedang semangat baca buku parenting Islam.

  Sore menjelang petang. Ibuku mengajak Hanifah pergi ke warung tetangga. Seperti biasanya, setiap permintaan Hanifah selalu saja dituruti. Berbeda denganku yang agak protektif berkaitan dengan makanan. Sebab, aku ingin anak-anak hanya memakan makanan yang halal lagi thayyib. Sayang, impianku menjaga makanan baik terhalang ide kapitalisme. Mereka memproduksi makanan tak memperhatikan aspek halal dan kesehatan. Lebih pada keuntungan materi demi perputaran bisnis dan mengeruk uang.

“Bi, jangan lupa doakan Hanifah dan kita. Semoga Allah selalu menjaga dalam taat dan kebaikan. Tanpa Allah kita tidak ada artinya. Pintalah doa hanya kepada Allah. Sebab Allahlah, Tuhan Yang Mengabulkan doa-doa hambanya. Bukan tuhan buatan atau ketahayulan yang merebak di tengah masyarakat pedesaan,”pesan bunda begitu menusuk relung hatiku.

“Insya Allah. Bismillah.”

Dung-dung
Dung-dung tek.. tek... tek...!

Allahu Akbar....! Allahu Akbar....! Adzan maghrib merayap berama senja dan langit barat yang mulai memerah. Kampung mulai gelap. Lampu-lampu bersinar gemerlap.

Bersambung.... 

#cerbung #cerita #sastra #fiksi #indonesiamenulis #thepowerofnulis

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=258720411698254&id=100026808922217

Part 3 Malam Gelap, Dikira Tuhan Terlelap

Oleh Hanif Kristianto

”Le, ojok seneng ngomongin pemerintah,”pinta ibu seusai salat di musholah rumah.

  Jeder. Masuk betul ucapan ibu. Kalau ibu sudah bertitah. Sikap terbaikku diam dan mendengarnya. Tak berani aku membantah. Sebab semesta pikiranku dan ibu berbeda. Aktifitas kami juga berbeda.

“Elingo, bue iki digaji negara. Kamu bisa kuliah dari gaji ibu sebagai pegawai negeri,”lanjutnya memberi penekanan berarti.

  Sikap ibu tidak salah. Aku pun tidak membenarkannya. Sebab secara faktual, banyak pegawai negeri dan pejabat pemerintah memang tak berani frontal. Apalagi mengritik kebijakan yang bertentangan dengan Islam dan hati nurani insan. Masih segar dalam pemberitaan. Seorang menteri tidak terima ketika ada ibu-ibu memilih 02. Lalu mengaitkan dan sedikit menohok menanyakan: siapa yang menggaji ibu?

  Aku sangat memahami para menteri dan pegawai negeri. Mereka sudah mapan dan bisa dibilang menikmati fasilitas pemerintahan. Tak heran, jabatan menteri dan pegawai negeri, sangat diburu anak bangsa negeri ini. Lihatlah, sudah ada partai yang meminta jatah 10 menteri. Pendaftaran rekrutmen online pegawai negeri berjubel dan antri.

“Mengapa sih bacaanmu banyak kaitannya tentang negara dan politik?,”tanya ibu menelisik. Sebab ibu paham. Selembar buletin, tabloid, dan majalah bulanan kerap tercecer di meja ruang depan.

“Kamu ini ngaji kok bahas politik dan negara. Mbok ya ngaji itu yang damai. Adem ayem dan tanpa perselisihan! Ngaji nggak usah jauh-jauh!”tegas ibu.

  Dalam fikir aku menyusun kata-kata. Mengurai jawaban agar bisa masuk akal dan sesuai fitrah kemanusiaan.

“Bue, yang namanya gaji itu pasti bulanannya. Kalau rezeki itu misteri dari Allah Yang Kuasa,”jawabku perlahan.

“Ya, coba bue lihat struk gaji bulanan. Itu sudah pastikan nominalnya. Belum lagi TPP dan sertifikasi guru, plus gaji ketiga belas. Nominalnya jelas. Adapun rezeki yang kufahami bukan sekadar gaji.”

“Lalu, maksudmu apa?”

“Rezeki itu tak harus berwujud materi. Ada kala rezeki nikmat iman, Islam, kesehatan, dan lainnya. Pokonya semua yang dari Allah itu rezeki.”

“Ya tetap aja kalau mau dapat rejeki harus usaha dan kerja!”ketus ibu.

“Betul bu. Rezeki itu di tangan Allah. Sudah tertulis bagi setiap hambanya. Usaha dan kerja itu hanya peluang dalam menjemput rejeki. Bukan suatu kepastian mendapat rejeki.”

“Lah, kok iso?”tanyanya mendalam.

“Kalau suatu kepastian, tentu warung dan toko 24 jam pasti uangnya banyak. Faktanya, warung dan toko itu ada yang sepi dan gulung tikar. Ada juga orang yang nggak ngapa-ngapain dapat rejeki. Contohnya dapat warisan, diberi hadiah, dikasih berkat tetangga, dan ditraktir gratis teman. Apa nggak enak?”

“Hmmm....”gumam ibu.

“Adapun ngajiku tentang politik dan negara, sebab aku bergabung dengan partai politik Islam ideologis. Aku dibina dari aqidah hingga ibadah. Dari aqliyah hingga nafsiyah. Dari syariah hingga penerapannya dalam hidup dunia.”

“Oh...!”

“Politik yang kukaji bukan seperti politik sekular yang ribut jabatan dan kekuasaan. Politik dalam Islam sangat agung. Tujuannya mengurusi urusan umat dengan syariah. Penerapan syariah kaffah oleh negera. Manusianya bahagia negeranya berkah, bu!”

“Apa bue nggak bangga? Mendapati anakmu ini belajar menjadi hamba yang taat,”selorohku.

“Daripada bue ribut bertanya apakah negara yang menggaji ibu. Sudahlah, yang ngasih rejeki itu Allah melalui gaji bulanan bue. Bukan pemeritah atau pak Jokowi loh ya!”pesanku.

  Ibu memang orang yang paling gelisah seisi rumah. Khawatir melihat anak-anaknya belum mapan. Padahal, tanpa menjadi pegawai negeri pun, gaji bapak sudah cukup untuk bekal hidup kami sekeluarga. Maklumlah sebagai orang tua. Ingin anak-anaknya sukses duniawi dengan perbekalan pemenuhannya. Rumah, kendaraan, dan pekerjaan terpandang.

  Adapun aku berbeda dengan ekspektasi ibu. Realitanya aku manusia bebas dari ikatan dinas. Bukan pegawai kantoran yang berangkat pagi pulang petang. Bukan pula orang terkenal dan terpandang dengan pekerjaan bergaji puluhan jutaan. Pun bukan manusia yang dikenal di jagat nyata dan maya.

  Aku hanya sesosok hamba. Dalam pencarian hidup mencari perbekalan untuk kehidupan jauh dipandang. Kampung keabadian, akhirat sebagai tempat istirahat dan persinggahan. Banyak amal soleh dan pahala jariyah, Allah menganugerahkan surga. Berbuat amal salah dan memikul dosa jariyah, Allah membalasnya neraka.

Jam makan sore itulah yang mengakhiri perbincangan kami. Jam terus berdetak. Dalam fikir ibuku masih ada 1000 tanya. Mengapa anakku bisa seperti itu ya?

Bersambung........
_
#sastra #dakwah #islam #indonesia #waninulis #sangpencerah #indonesiamenulis #menulisdakwah #sosmedfordakwah #cerbung